A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Kebijakan Moratorium Cukai Rokok Dinilai Tepat untuk Menjaga Stabilitas Fiskal dan Lapangan Kerja - Ntvnews.id

Kebijakan Moratorium Cukai Rokok Dinilai Tepat untuk Menjaga Stabilitas Fiskal dan Lapangan Kerja

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Nov 2025, 19:51
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menahan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) pada tahun 2026 dinilai sebagai langkah yang realistis dalam menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlanjutan ekonomi masyarakat. Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk koreksi terhadap pendekatan fiskal yang selama ini dinilai terlalu menekan industri hasil tembakau (IHT).

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menyebut langkah itu sebagai angin segar bagi stabilitas fiskal sekaligus perlindungan terhadap jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidup di sektor tembakau.

“Yang menjadi angin segar adalah apa yang disampaikan oleh Pak Purbaya, yaitu mengenai tidak dinaikkannya cukai rokok, sebagai respons kebijakan atas permasalahan di industri hasil tembakau selama ini,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Selasa, 4 November 2025.

Misbakhun menilai bahwa IHT selama ini menjadi salah satu penopang utama fiskal negara, namun tekanan kebijakan yang berlebihan justru membuat penerimaan negara tidak maksimal. Menurutnya, moratorium cukai bisa menjadi momentum untuk membangun kebijakan fiskal yang lebih adil dan berkelanjutan.

Baca Juga: Ekspor Industri Hasil Tembakau Melonjak 94 Persen, KADIN Soroti Kontribusi Devisa Negara

“Kalau kita serius ingin menyelesaikan ini secara fundamental, harus kemudian secara bersama-sama kita duduk dalam satu meja, mumpung Pak Purbaya ini memberikan harapan baru,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya reformasi struktural dalam kebijakan fiskal agar lebih seimbang antara empat aspek penting: pengendalian konsumsi, penerimaan negara, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan sosial-ekonomi.

“Aspek enam juta orang yang terlibat di dalam industri ini, aktif ya, belum termasuk keluarga, itu kan juga menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan,” tegasnya.

Dari sisi analisis ekonomi, Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad, menyampaikan bahwa kebijakan moratorium cukai berpotensi menjaga kestabilan penerimaan negara dengan risiko penurunan yang relatif kecil.

Ilustrasi Industri Hasil Tembakau <b>(Antara)</b> Ilustrasi Industri Hasil Tembakau (Antara)

“Kami juga melakukan perhitungan, apa efeknya ke penerimaan negara kalau tidak naik atau moratorium. Kami melihat dengan moratorium ini bisa dapat Rp231 triliun,” jelas Tauhid.

Ia menambahkan bahwa kenaikan cukai selama ini justru menimbulkan dampak kontraproduktif. Menurutnya, tarif yang terlalu tinggi mendorong maraknya peredaran rokok ilegal dan menekan daya beli masyarakat.

“Kalau kita lihat data, kenaikan tarif itu justru mendorong ilegal itu semakin tinggi. Kenapa? Karena daya beli tidak setinggi daripada kenaikan tarif cukai tadi. Sehingga masyarakat mencari rokok yang murah bahkan yang tidak ada cukainya (rokok ilegal),” ujarnya.

Baca Juga: Ketua DPR: Suara Rakyat Bukan Sekadar Aspirasi Tapi Amanah

Tauhid juga menyoroti tren peningkatan peredaran rokok ilegal yang menyebabkan kebocoran penerimaan negara serta memunculkan aktivitas ekonomi tersembunyi yang tidak tercatat dalam Produk Domestik Bruto (PDB).

“Trennya naik begitu, di 2020 4,9% dan di 2023 6,9% persen. Artinya penerimaan negara yang cenderung turun dan industrinya, ternyata yang muncul ada yang kita sebut sebagai hidden economic yang tidak terhitung dalam Produk Domestik Bruto (PDB),” jelasnya.

INDEF pun mendorong agar arah kebijakan fiskal di sektor IHT ke depan tidak hanya menitikberatkan pada pengendalian konsumsi, melainkan juga memperhatikan kontribusi ekonomi dan ketenagakerjaan secara menyeluruh.

x|close