Ntvnews.id, Jakarta - Kasus pembobolan sistem keamanan di delapan bank nasional sepanjang Juni 2024 hingga Maret 2025 kembali mengguncang publik. Bukan hanya karena nilai kerugiannya yang fantastis, tetapi juga karena proses hukumnya yang berjalan senyap hingga akhirnya bocoran dari sumber internal membuka semuanya ke permukaan.
Salah satu kasus terbesar terjadi di Bank Jakarta yang sebelumnya dikenal sebagai Bank DKI. Nyaris tak ada kabar publik soal penyidikan, padahal berkas perkara disebut sudah disiapkan untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. Sejak direksi melaporkan peretasan ini pada April, perjalanan kasus tersebut seperti menguap tanpa jejak.
Puncak aksi para peretas terjadi pada 29 Maret 2025, tepat sehari sebelum Idul Fitri. Sindikat ini diduga menyusup ke sistem keamanan digital Bank Jakarta, mengecoh pertahanan internal, lalu memanipulasi sistem transfer BI-Fast milik Bank Indonesia.
Akibatnya, uang nasabah sebesar Rp 228,1 miliar
Baca Juga: Stellantis Alami Peretasan, Data Pelanggan Bocor
Namun yang membuat publik makin tercengang adalah fakta bahwa selama hampir setahun, sindikat ini diyakini juga telah menyusup ke tujuh bank lainnya, memanfaatkan pola celah keamanan yang serupa.
Di tengah besarnya skandal, polisi justru baru menangkap pembuat rekening penampung bukan aktor utama, bukan peretas, bukan dalang di balik layar. Para pelaku utama yang meretas sistem delapan bank masih bebas berkeliaran.
Sumber internal kepolisian menyebut bahwa kasus ini seharusnya sudah memasuki tahap akhir. Namun tanpa adanya bocoran soal pemeriksaan di Bareskrim Polri, kemungkinan besar publik tak akan pernah tahu perkembangan sebenarnya.
Di saat aparat minim memberikan penjelasan, media sosial justru diramaikan oleh seorang konten kreator yang membeberkan dugaan cara para peretas membobol rekening nasabah. Penjelasannya rinci, mulai dari teknik penyusupan, cara memanfaatkan celah otentikasi, hingga proses pencairan uang melalui rekening “bodong”.
Lihat postingan ini di Instagram
Namun sayangnya, hingga kini belum ada klarifikasi resmi apakah informasi itu benar, dilebih-lebihkan, atau sekadar rekayasa konten. Ketidakjelasan ini membuat masyarakat semakin panik, terutama para nasabah Bank Jakarta dan bank-bank lain yang disebut-sebut ikut menjadi korban.
ilustrasi uang rupiah (dokumentasi beno junianto)