Ntvnews.id, Jakarta - Meski kedua kubu di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sudah berdamai atau islah, gugatan terhadap Ketua Umum (Ketum) PPP Muhammad Mardiono tetap muncul. Gugatan kepengurusan PPP periode 2025-2030 itu, didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Gugatan yang teregister dengan nomor 678/Pdt.Sus-Parpol/2025/PN Jkt.Pst. ini, diajukan oleh Ketua DPLN PPP Malaysia, Muhamad Zainul Arifin.
Ketum PPP Muhamad Mardiono menjadi Tergugat; Waketum PPP Agus Suparmanto menjadi Turut Tergugat I; serta Mahkamah Partai PPP menjadi Turut Tergugat II.
Penggugat meminta majelis hakim membatalkan posisi Mardiono sebagai Ketua Umum PPP. Zainul lantas meminta agar hakim PN Jakpus menetapkan Agus Suparmanto sebagai ketua umum yang terpilih berdasarkan Muktamar X PPP.
"Bahwa Tergugat telah mengeklaim dirinya sebagai Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar X, padahal pelaksanaan Muktamar tersebut tidak melalui mekanisme dan tahapan persidangan muktamar yang sah," ujar Zainul, Rabu, 22 Oktober 2025.
Zainul menilai, dalam muktamar itu, Agus Suparmanto telah dipilih sebagai Ketua Umum PPP berdasarkan ketentuan.
"Namun demikian, Tergugat menyebarkan informasi seolah-olah dirinya terpilih sebagai Ketua Umum secara aklamasi sebelum penyelenggaraan Muktamar X berakhir, sehingga menimbulkan dualisme hasil muktamar dengan klaim dua Ketua Umum DPP PPP," papar dia.
Zainul berpandangan, hal ini telah merugikan haknya karena menimbulkan ketidakpastian hukum dan konflik di internal partai. Zainul menyatakan, islah yang terjadi antara kubu Mardiono dan Agus Suparmanto juga dilakukan tidak dilakukan dalam Muktamar. Sehingga, keputusan itu tak bisa diterimanya.
"Tanggal 6 Oktober keluar lagi Surat Keputusan Menteri (Hukum), mengatakan Pak Mardiono Ketua Umum, Pak Agus sebagai Wakil Ketua Umum. Nah terjadi persoalan seperti ini di luar dari hasil muktamar," kata Zainul.
"Kami sebagai peserta muktamar yang punya hak menentukan pimpinan PPP ke depan tidak dilibatkan dalam pertemuan itu. Kemudian kami pun tidak tahu apa yang menjadi bargaining politik mereka sehingga terjadi istilah mereka adalah perdamaian atau rekonsolidasi partai politik dan itu semua di luar dari kesepakatan muktamar," imbuhnya.