Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah dipastikan membatalkan rencana penerapan kemasan rokok tanpa identitas merek atau plain packaging yang semula tercantum dalam draf Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Wacana tersebut, yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, sebelumnya memicu penolakan luas karena dinilai dapat membahayakan kelangsungan industri hasil tembakau sekaligus melemahkan kontribusi sektor tersebut terhadap ekonomi nasional.
Kepastian pembatalan ini disampaikan Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, lewat unggahan di akun Instagram pribadinya. Dalam unggahan itu, ia mengungkapkan hasil pertemuannya dengan Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, yang menghasilkan kesepahaman untuk menyeimbangkan aspek kesehatan dengan keberlanjutan sektor industri.
Baca Juga: Berakhir Damai, Ini Isi Kesepakatan Sengketa Tanah Atalarik Syach
Ia menyatakan bahwa pemerintah tetap memperhatikan isu kesehatan, namun tidak mengabaikan pentingnya menjaga iklim usaha bagi industri.
"Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga memahami kepentingan industri, ketika kita sampaikan bahwa janganlah (kemasan rokok) itu diseragamkan, karena industri meminta untuk tidak ada isu yang semakin menekan industri," ujarnya beberapa waktu lalu.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan oleh petani tembakau. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji, menilai regulasi yang terlalu ketat bisa mengorbankan nasib para petani dan pelaku UMKM yang menggantungkan hidup dari sektor tembakau.
Baca Juga: Grup Facebook Berisi Fantasi Inses Terkuak, Wamenkomdigi: Tidak Berperikemanusiaan!
Selain itu, ia memperingatkan bahwa kebijakan plain packaging justru bisa memperparah peredaran rokok ilegal. Dengan semua produk dikemas seragam, konsumen akan kesulitan membedakan produk legal dan ilegal.
“Tahun 2023, rokok ilegal yang berhasil ditindak mencapai 253,7 juta batang. Tahun 2024 melonjak jadi 710 juta batang. Kalau plain packaging diterapkan, angka ini bisa makin tinggi,” ujar Agus dalam keterangannya, Jumat, 16 Mei 2025.
Baca Juga: Muhadjir Effendy Jadi Komut BSI Gantikan Muliaman Hadad, Ini Susunan Direksi dan Komisaris Baru
Agus juga menyoroti kurangnya partisipasi pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan terkait tembakau. Ia menilai pendekatan yang hanya fokus pada isu kesehatan tanpa melibatkan suara dari petani, pelaku industri, dan masyarakat terdampak berpotensi menciptakan kebijakan yang timpang.
"Selama ini tidak ada keterlibatan pihak terkait di elemen pertembakauan dalam membuat kebijakan. Karena marwah sebuah undang-undang, ataupun aturan, ataupun sebuah peraturan pemerintah yang lainnya, itu paling tidak adanya keterlibatan dari elemen-elemen terkait," tutup Agus.