Ntvnews.id
Laporan tersebut disampaikan ke Polrestabes Bandung pada Sabtu, 22 Maret 2025 dan terdaftar dengan nomor LP/B/423/III/2025/SPKT/POLRESTABES BANDUNG/POLDA JAWA BARAT, pukul 14.15 WIB.
Faqih mendatangi Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Bandung dengan didampingi sejumlah jurnalis. Namun, hingga saat ini, ia memilih untuk tidak memberikan keterangan lebih lanjut kepada media.
Setelah menjalani pemeriksaan dan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Faqih kemudian menjalani visum di Rumah Sakit Sartika Asih, Bandung.
Baca juga: AJI Surabaya Kutuk Kekerasan dan Intimidasi Polisi ke Jurnalis saat Liput Demo Tolak UU TNI
Ia mengungkapkan bahwa dirinya mengalami pemukulan oleh sekelompok oknum saat meliput aksi demonstrasi penolakan RUU TNI di Gedung DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, pada Jumat, 21 Maret 2025 malam. Insiden terjadi sekitar pukul 20.15 WIB ketika ia tengah merekam suasana aksi dan secara keliru dituduh sebagai intelijen polisi oleh sejumlah peserta demonstrasi.
"Di tengah peliputan, saya mau ambil video dokumentasi, tapi tiba-tiba massa aksi yang pakai masker, dan pakai baju hitam teriak-teriak ke saya dengan sebutan intel dan massa mulai mengerumuni," kata Faqih saat dihubungi.
Menghadapi situasi tersebut, Faqih secara spontan menunjukkan kartu persnya dengan harapan massa dapat mengenali identitasnya sebagai jurnalis dan bukan bagian dari intelijen kepolisian.
Namun, melihat situasi yang semakin tidak kondusif akibat kerumunan oknum massa di sekitarnya, Faqih berusaha menghindar dengan berjalan menuju area depan sebuah restoran, tempat rekan-rekan jurnalis lainnya berkumpul.
Meski demikian, beberapa oknum massa tetap mendekatinya dan melakukan aksi kekerasan dengan memukul serta menendangnya, meskipun ada sebagian massa yang berusaha menghalangi tindakan tersebut.
Beberapa wartawan dan aparat kepolisian sempat berupaya menghentikan serangan, namun oknum massa aksi tetap melakukan pemukulan terhadap Faqih.
"Ada massa yang menghalangi (pemukulan), tapi tetap saja, banyak yang menuduh intel sambil teriak. Saya coba kabur sambil jalan cepat ke arah restoran. Beberapa teman media menghalangi dan intel polisi juga. Saya kena pukulan dan tendangan di kepala sebelah kiri dua kali, bokong dua kali, badan enggak terlalu terasa," tuturnya.
Tindakan kekerasan terhadap Faqih menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung. AJI menegaskan bahwa insiden semacam ini tidak seharusnya terjadi, mengingat jurnalis yang menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum dan Undang-Undang Pers.
Selain itu, Pemimpin Redaksi Kompas.com, Amir Sodikin, mengecam keras kekerasan yang dialami Faqih saat meliput demonstrasi di Bandung. Ia menyoroti bahwa tindakan tersebut tetap terjadi meskipun Faqih telah menunjukkan kartu pers resmi milik perusahaan.
"Ia tetap dituduh sebagai intel, sebuah tuduhan tanpa dasar, dan mengalami pemukulan serta tendangan dari beberapa orang yang tak dikenal," ujar Amir.
Amir menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk memperoleh informasi yang akurat.
Pers memainkan peran krusial dalam sistem demokrasi, dan segala bentuk intimidasi atau serangan terhadap jurnalis tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apa pun. Kebebasan pers merupakan hak fundamental yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Baca juga: Polresta Bandung Tangkap Pelaku Penganiayaan Juru Parkir
Ia juga mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas insiden ini serta memastikan perlindungan bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, ia mengingatkan seluruh pihak untuk menghormati profesi jurnalis dan menjunjung tinggi kebebasan pers sebagai pilar utama demokrasi.
"Kami juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu Faqih, mulai dari massa yang mencoba melindunginya dari penganiayaan sekelompok orang, rekan-rekan wartawan, pihak kepolisian yang melakukan pengamanan, dan juga restoran tempat Faqih mengamankan diri sementara," tuturnya.
"Kami berkomitmen untuk menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan independen, serta tidak akan mundur dalam menghadapi tekanan yang mengancam kebebasan dan kemerdekaan pers," kata Amir menambahkan.
(Sumber: Antara)