Ntvnews.id, Jakarta - Hari Raya Waisak 2025 berlangsung pada Senin, 12 Mei 2025. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajak hari raya umat Buddha itu dijadikan momentum untuk mengendalikan diri, utamanya dari korupsi.
"Trisuci Waisak 2565 BE jadi momentum untuk menumbuhkembangkan sekaligus mengokohkan pengendalian diri untuk menolak setiap praktik KKN, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan serta menggelorakan semangat juang anti korupsi, dalam upaya bersama melawan korupsi demi Indonesia yang bersih dan berintegritas," ujar Direktur Pendidikan dan Pelatihan Anti Korupsi, Kedeputian Bidang Dikmas KPK, Yonathan Demme Tangdilintin, Selasa, 13 Mei 2025.
Ia mengatakan, tema utama Waisak 2025 yakni "Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan, Wujudkan Perdamaian Dunia", dan subtema "Bersatu Mewujudkan Damai Waisak untuk Kebahagiaan Semua Makhluk", sangat tepat. Mengingat pengendalian diri sejatinya adalah kunci utama untuk mewujudkan kedamaian di dunia.
"Salah satu teladan dalam hal pengendalian diri adalah Siddhartha Gautama atau yang lebih dikenal sebagai Buddha, dimana sosok sederhana nan bersahaja ini dikisahkan sangat jujur, berbudi pekerti luhur, serta memiliki moral, empati, simpati dan integritas yang sangat tinggi," paparnya.
Ia mengatakan, meskipun terlahir sebagai pangeran yang bergelimang harta, tahta dan semua kemewahan kala itu, ia memilih keluar dari istana, menanggalkan semua privilege tersebut untuk mencari kebenaran dan jalan kebajikan sebagai menjadi manusia sederhana.
Menurutnya, keseharian dan ajaran Buddha yang menekankan pentingnya sila (moralitas) dan samadhi (konsentrasi atau disiplin batin) sebagai dasar pengendalian diri, seyogianya menjadi contoh tauladan baik bagi umat untuk menguatkan integritas.
"Dalam konteks antikorupsi, nilai-nilai yang diajarkan Buddha ini dapat menangkal sifat atau perilaku koruptif yang sejatinya ada dalam diri manusia, agar kita senantiasa teguh menjadi pribadi sederhana, jujur, bermoral serta memiliki integritas dan keberanian untuk menolak dan melawan berbagai bentuk KKN selama bernafas di bumi NKRI," jelasnya.
Yonathan menyebut, pengendalian diri adalah kemampuan seseorang untuk menahan dorongan maupun berbagai godaan negatif untuk berperilaku koruptif. Yakni dengan menjaga integritas dengan membiasakan hal yang benar, bukan membenarkan hal yang biasa. Seperti menolak dan melawan praktik KKN yang telah menggurita di republik ini.
"Dalam konteks birokrasi, dunia usaha, maupun kehidupan sehari-hari, individu yang memiliki pengendalian diri akan lebih mampu menolak suap, dapat menahan diri dari penyalahgunaan jabatan, dan menolak untuk memperkaya diri secara tidak sah," jelasnya.
"Ingat! Korupsi sering terjadi bukan karena kurangnya harta apalagi lemahnya hukum atau sanksi terhadap pelakunya, namun korupsi tercipta karena lemahnya karakter dan pengawasan diri," sambung Yonathan.
Ia mengatakan, sistem, aturan dan perundang-undangan bisa dibuat seketat mungkin, namun tanpa pengendalian dari dalam diri, godaan untuk berperilaku koruptif, tetap akan merobohkan benteng integritas dalam diri siapa pun. Karenanya, pendidikan antikorupsi harus dimulai dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran, moral, etika, budaya dan agama, serta rasa tanggung jawab dan empati sejak dini, untuk membentuk budaya malu berbuat curang.
Hanya dengan individu-individu yang memiliki pengendalian diri yang kuat, kata dia bangsa ini bisa lepas dari jeratan budaya korupsi yang telah berurat akar di negeri ini, agar bangsa Indonesia, menjadi bangsa yang kuat, bersih, adil, dan bermartabat.
Individu-individu inilah yang akan mengakselerasi terwujudnya cita-cita berdiri dan didirikannya republik ini, yang tak lain untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kebidupan bangsa dari Sabang sampai Merauke-mulai Miangas hingga Pulau Rote, sebagaimana tergurat dalam mukadimah UUD 1945.
Kembali ke Perayaan Waisak, kata sama halnya dengan Muhammad SAW dalam ajaran Islam, Yesus Kristus pada kepercayaan Nasrani, maupun tokoh agama lainnya, Buddha mengajarkan bahwasanya kebahagiaan sejati bukan karena banyaknya harta atau tingginya kedudukan.
"Pengendalian diri untuk mewujudkan kedamaian batin dalam bingkai kehidupan sederhana ‘yang lurus’, sejatinya adalah hal yang membuat kita dapat hidup bahagia dan bersahaja di dunia," jelasnya.
Ia mengatakan, perayaan Waisa, yang memperingati kelahiran, pencerahan, dan parinirvana Buddha, seyogianya menjadi momentum untuk menguatkan pengendalian diri, agar senantiasa menjadi pribadi antikorupsi.
Dalam kesempatan ini, pihaknya mengingatkan kepada rekan-rekan penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah, untuk senantiasa waspada agar tidak terjebak dalam praktik korupsi suap-menyuap dalam bentuk gratifikasi seperti tukar menukar atau menerima bingkisan yang biasa terjadi/dilakukan dalam peringatan hari besar agama.
Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor), bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Sanksinya, kurungan penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 Juta dan paling banyak Rp 1 Milyar.
Sementara kepada pemberi suap, aparat penegak hukum akan menjerat mereka dengan Pasal 5 UU Tipikor, dengan kurungan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 Juta dan paling banyak Rp 250 Juta.
"Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang ingin melaporkan hadiah terkait fungsi, tugas dan jabatannya, silakan mengakses tautan www.kpk.go.id/gratifikasi atau hubungi Layanan Informasi Publik di nomor telepon 198," jelasnya.
Pelaporan gratifikasi, kata dia juga dapat disampaikan kepada KPK melalui aplikasi pelaporan Gratifikasi Online (GOL KPK) yang dapat diundur di Play Store datau App Store dengan kata kunci GOL KPK. Laporan juga bisa dikirim melalui surat elektronik ke [email protected]
Selain akses-akses tersebut, pelaporan juga bisa juga dilakukan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi di instansi masing-masing, kemudian akan diteruskan kepada KPK.
Perayaan Waisak, kata dia seyogianya cukup dilakukan sederhana tanpa mengurangi khidmat eperti yang diajarkan dalam agama Buddha, dan juga oleh agama dan aliran kepercayaan terhadap Tuhan lainnya.
"Ingat, pengendalian diri adalah kunci utama untuk meredam perilaku koruptif dalam diri setiap manusia," kata Yonathan.
"Selamat Memperingati Hari Waisak 2669 BE, Semoga cahaya kebijaksanaan Sang Buddha menerangi hati kita semua," imbuhnya.
Ia mengajak seluruh pihak untuk memaknai perayaan Waisak dengan menumbuhkembangkan sekaligus mengokohkan pengendalian diri untuk menolak setiap praktik KKN, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan serta menggelorakan semangat juang anti korupsi, dalam upaya bersama melawan korupsi demi Indonesia yang bersih dan berintegritas.