Ntvnews.id, Washington DC - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Presiden China, Xi Jinping, dijadwalkan mengadakan pembicaraan pada akhir pekan ini. Gedung Putih menyampaikan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk membahas meningkatnya ketegangan perdagangan antara kedua negara.
“Pembicaraan antara kedua pemimpin kemungkinan berlangsung minggu ini,” ujar Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, seperti dikutip AFP, Selasa, 3 Juni 2024..
Ketegangan antara AS dan China kembali memanas setelah Trump menuduh Beijing melanggar perjanjian dagang yang sebelumnya telah disepakati, yang sempat meredakan perang tarif antara kedua negara.
Sejak Trump kembali menjabat sebagai presiden dari Partai Republik, belum ada kontak resmi yang dikonfirmasi antara dirinya dan Xi Jinping selama lebih dari lima bulan. Meski begitu, Trump beberapa kali menyatakan bahwa komunikasi antara keduanya akan segera terjadi.
Baca Juga: Donald Trump Undang Paus Leo ke Gedung Putih
Dalam wawancara dengan Majalah Time pada April lalu, Trump bahkan mengklaim bahwa Xi telah meneleponnya. Namun, pihak China membantah pernyataan tersebut dan menegaskan tidak ada percakapan telepon yang terjadi baru-baru ini.
Kekhawatiran pasar atas konflik dagang yang kembali memanas menyebabkan bursa saham global mengalami penurunan signifikan pada hari Senin.
Sebelumnya, pada awal April, Trump menerapkan tarif tinggi secara global dengan sasaran utama Tiongkok. Ia menuduh negara-negara lain, termasuk China, menyebabkan ketimpangan perdagangan dan mengeksploitasi ekonomi AS.
Baca Juga: Gedung Putih Teledor, Invite Wartawan ke Grup Chat yang Isinya Serangan AS ke Yaman
Bulan lalu, pejabat dari Washington dan Beijing sempat menyepakati pengurangan tarif selama 90 hari setelah perundingan tingkat tinggi di Jenewa. Namun, dalam perkembangan terbaru, Trump dan pejabat tinggi AS menuduh China tidak mematuhi kesepakatan tersebut.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan bahwa Beijing tampak sengaja memperlambat implementasi perjanjian yang telah dicapai.
Sebagai respons, pemerintah China membantah tudingan tersebut dan menyebut klaim AS sebagai tuduhan palsu. Beijing juga menuduh Washington memperkenalkan berbagai kebijakan perdagangan diskriminatif yang merugikan.