Ntvnews.id, Seoul - Lee Jae Myung bukanlah politisi biasa. Ia adalah cerminan perjuangan tanpa henti, dari titik paling bawah masyarakat hingga akhirnya dipercaya memimpin Korea Selatan. Lahir pada 1964 di sebuah desa terpencil di Andong, Provinsi Gyeongsang Utara, Lee tumbuh dalam kemiskinan ekstrem yang memaksanya bekerja sejak remaja demi bertahan hidup.
Demikian dilansir dari laman Korea Times, Rabu, 4 Juni 2025
Setelah lulus sekolah dasar, tekanan ekonomi membuat Lee harus meninggalkan bangku sekolah dan menjadi buruh pabrik jam di Seongnam, Provinsi Gyeonggi. Ia hanya dibayar 200 won per hari, sekitar US$15 sen. Sebuah kecelakaan kerja bahkan menyebabkan lengan kirinya cacat permanen. Namun, kesulitan hidup tak pernah mematahkan semangatnya.
Berbekal tekad kuat, Lee menempuh ujian penyetaraan SMA, lulus, dan mendapat beasiswa untuk kuliah hukum di Universitas Chung-Ang. Semasa kuliah, peristiwa Pemberontakan Gwangju 1980 membentuk pandangannya tentang keadilan sosial.
Setelah lulus dan lulus ujian pengacara, Lee memulai karier sebagai pengacara hak asasi manusia di Seongnam. Di sana, ia dikenal karena keberaniannya melawan korupsi lokal dan memperjuangkan layanan publik, termasuk pembangunan rumah sakit umum.
Baca Juga: Oposisi Lee Jae Myung Menang Pemilu Korea Selatan dengan 49,4% Suara, Akhiri Krisis Politik
Langkahnya ke dunia politik didorong oleh keyakinan bahwa perubahan nyata hanya bisa dicapai melalui kekuasaan politik. Pada 2010, ia terpilih sebagai Wali Kota Seongnam dan langsung mencuri perhatian nasional lewat kebijakan kesejahteraan progresif, mulai dari seragam sekolah gratis, dividen pemuda, hingga tunjangan tahunan satu juta won untuk warga berusia 19-24 tahun. Ia juga memperkenalkan layanan pascapersalinan publik.
Gaya komunikasinya yang blak-blakan dan sering kali konfrontatif membuatnya menjadi figur yang memecah opini. Namun, bagi banyak warga, sikap itulah yang menjadikannya pemimpin yang jujur dan berani.
Reputasinya sebagai reformis semakin menguat saat krisis politik 2016-2017 melanda. Ia termasuk tokoh pertama yang menyerukan pemakzulan Presiden Park Geun-hye, yang akhirnya dijatuhkan karena skandal korupsi.
Pada 2018, Lee terpilih sebagai Gubernur Provinsi Gyeonggi, wilayah dengan populasi terbesar di Korea Selatan. Di masa jabatannya, ia memperkenalkan bantuan tunai universal pertama di negara itu sebagai respons terhadap pandemi COVID-19. Ia juga menggencarkan penindakan terhadap pembangunan ilegal dan memperluas layanan kesejahteraan sosial.
Baca Juga: Profil Lee Jae Myung, Si Anak Pabrik yang Kini Jadi Kandidat Terkuat Presiden Korea Selatan
Lee sempat mencalonkan diri sebagai presiden pada 2017 namun gagal di tahap awal pemilihan internal partai. Ia kembali mencalonkan diri pada 2022 dan kalah tipis dari Yoon Suk Yeol, dengan selisih suara terkecil dalam sejarah Korea Selatan. Namun, kekalahan itu tidak membuatnya mundur.
Ia segera kembali ke panggung politik, merebut kursi parlemen di Incheon, dan kemudian terpilih sebagai ketua Partai Demokrat Korea (DPK) dengan dukungan besar.
Pemilu kilat yang dipicu oleh pemakzulan Presiden Yoon menempatkan Lee sebagai calon terkuat. Survei-survei nasional terus menunjukkan keunggulan signifikan atas para pesaing konservatifnya, Kim Moon Soo dari Partai Kekuatan Rakyat dan Lee Jun Seok dari Partai Reformasi.
Baca Juga: Ini 7 Kandidat Presiden Dalam Pemilu Korea Selatan
Sepanjang karier politiknya, Lee tak luput dari kontroversi. Ia menghadapi berbagai penyelidikan hukum, termasuk tuduhan terkait skandal properti. Bahkan pada 2024, ia hampir kehilangan nyawa setelah ditikam dalam sebuah acara di Busan.
Namun semua tantangan itu justru memperkuat citranya sebagai pejuang. Ia tetap mendapat dukungan luas, terutama dari kalangan muda dan kelas pekerja yang melihat dirinya sebagai representasi harapan dan ketangguhan. Bagi banyak orang Korea, kebangkitannya adalah bukti bahwa asal-usul tidak menentukan masa depan, tekad dan kerja keraslah yang membuat perbedaan.
Kini, sebagai Presiden baru Korea Selatan, Lee Jae Myung menghadirkan babak baru dalam politik negaranya, babak yang ditandai oleh semangat perubahan dan keberpihakan pada rakyat kecil.