Ntvnews.id, Shanghai - Perusahaan mobil listrik asal Tiongkok, Neta Auto, tengah menjadi sorotan setelah papan nama besar mereka di kantor pusat Shanghai secara diam-diam dilepas. Keputusan ini memicu spekulasi luas mengenai masa depan perusahaan, terutama karena lokasi kantor baru Neta hingga kini belum diumumkan secara resmi.
Dilansir dari CarNewsChina pada Jumat, 30 Mei 2025 menyebutkan bahwa Neta saat ini tengah menghadapi masa genting, dengan berbagai faksi kekuasaan mulai bersaing untuk menentukan arah dan nasib perusahaan ke depan.
Sejumlah sumber mengonfirmasi bahwa pemegang saham yang berasal dari perusahaan milik negara, yang memiliki andil dalam induk usaha Neta, yakni Hozon New Energy Automobile, sedang merancang pertemuan dewan direksi. Tujuannya adalah untuk mencopot Fang Yunzhou dari posisi ganda sebagai ketua dan CEO.
Langkah ini muncul di tengah krisis berat yang dialami Neta: mulai dari kerugian finansial yang mengejutkan, gangguan rantai pasokan, hingga penutupan fasilitas produksi mereka.
Fang, yang sebelumnya dipuji sebagai pemimpin visioner dan inovatif, kini menghadapi tekanan hebat dari pemegang saham yang terafiliasi dengan pemerintah. Kritik mengarah pada strategi dan penanganan keuangan yang dianggap buruk.
Para pemegang saham yang sempat menjadi pendukung utama kini merasa kecewa dan marah, setelah Neta mencatatkan kerugian akumulatif sebesar 18,3 miliar yuan (sekitar Rp40,7 triliun). Selain itu, rasio utang perusahaan dilaporkan melonjak menjadi 217 persen.
Tak hanya itu, ketegangan terus meningkat di kalangan investor. Sejumlah pemodal negara bahkan dikabarkan mendorong Hozon agar segera mengajukan proses restrukturisasi. Langkah ini disebut-sebut dapat mengarah pada kemungkinan kebangkrutan, sebuah skenario yang sangat mengejutkan untuk salah satu startup kendaraan listrik yang sebelumnya diperhitungkan di Tiongkok.
Masalah lain terus membayangi. Menurut sumber internal, utang yang belum dilunasi kepada para pemasok kini telah menembus angka 6 miliar yuan (sekitar Rp13,5 triliun). Di antara kreditur tersebut, terdapat nama besar seperti CATL, perusahaan penyedia baterai, yang disebut telah menghentikan pasokan kepada Neta.
Imbas dari gangguan pasokan ini, proses produksi kendaraan Neta di dalam negeri terpaksa dihentikan. Hal ini pun berimbas pada keterlambatan pengiriman ke pasar luar negeri, meskipun perusahaan telah memperoleh jalur kredit senilai 2,15 miliar yuan (Rp4,8 triliun) di Thailand.
Penurunan performa bisnis Neta juga tercermin dalam angka penjualan. Setelah mencatatkan pengiriman sebanyak 152.000 unit pada tahun 2022, angka tersebut turun menjadi 127.500 unit di tahun 2023, dan kembali merosot hampir separuhnya menjadi hanya 64.549 kendaraan pada 2024.
Situasi kian memburuk dengan munculnya laporan mengenai pemutusan hubungan kerja massal, penutupan sejumlah gerai penjualan, dan unjuk rasa dari pihak pemasok. Upaya pemangkasan biaya besar-besaran—termasuk penghapusan insentif kepemilikan saham untuk karyawan dan penyederhanaan operasi bisnis, ternyata belum mampu menyelamatkan Neta dari jurang krisis.