Ntvnews.id, Jakarta - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa keterlibatan aparat kepolisian dalam kegiatan demonstrasi bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, bukan untuk menghalangi masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya.
Hal ini disampaikan Kapolri secara virtual dalam dialog publik yang berlangsung di Stadion PTIK, Jakarta Selatan, pada Senin, 29 September 2025.
“Demokrasi harus tetap tumbuh dan dijaga. Tapi jangan sampai kebebasan ini disalahgunakan hingga menghambat kemajuan bangsa,” ujar Jenderal Sigit.
Menurutnya, dalam pelaksanaan aksi damai, Polri mengedepankan pendekatan pengamanan yang humanis, yakni dengan mendorong dialog dan komunikasi terbuka antara pihak keamanan dan para pemangku kepentingan.
Namun demikian, Sigit menyebutkan bahwa di lapangan sering kali aksi damai berubah menjadi anarkis, karena disusupi oleh pihak-pihak yang ingin menciptakan kekacauan. Hal ini dapat mengakibatkan kerusuhan, kerusakan fasilitas umum, bahkan menimbulkan korban jiwa dan trauma sosial.
Baca Juga: Kapolri Ganti 4 Kapolda, Salah Satunya Polisi yang Aktif di Medsos
“Selain kerugian fisik seperti kerusakan gedung dan markas polisi, aksi anarkis juga menimbulkan kerugian psikis seperti rasa takut dan trauma di tengah masyarakat,” jelasnya.
Kapolri menegaskan bahwa Polri hadir untuk melindungi hak semua warga, termasuk mereka yang tidak terlibat dalam aksi, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia (HAM).
Untuk itu, Polri menjalankan tugas pengamanan berdasarkan prosedur standar operasional (SOP), yakni mengacu pada Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dan Protap Nomor 1 Tahun 2010 mengenai penanggulangan aksi anarkis.
Selain penegakan hukum, pendekatan restorative justice juga diterapkan untuk menyelesaikan konflik secara adil tanpa kekerasan.
“Kami ingin memastikan bahwa tugas Polri dalam menjaga keamanan berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap kebebasan berpendapat dan hak warga negara lainnya,” tambah Sigit.
Dialog publik ini mengusung tema “Penyampaian Pendapat di Muka Umum: Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum”, dan dihadiri oleh berbagai narasumber seperti Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia, Mohammad Choirul Anam dari Kompolnas, serta Prof. Franz Magnis-Suseno, akademisi dan filsuf dari STF Driyarkara.
(Sumber: Antara)