Ntvnews.id, Jakarta - Tidak banyak yang mengetahui ternyata ada sanggar yang diam-diam melakukan aksi sosial membantu tanpa batas kepada banyak orang. Sanggar Humaniora yang didirikan oleh para pekerja seni, artis dan pemerhati sosial ternyata memberi dampak luar biasa kepada mereka yang dibantunya.
Siapa saja mereka? Saat ini lebih dari 200 pemulung, diantaranya adalah janda-janda lanjut usia hingga ada yang berusia 97 tahun. "Rata-rata mereka “gatot kaca” ; mata melotot kagak bisa baca! Alias buta huruf. Area operasi mereka meliputi 4 wilayah; Kota Bekasi (jatisampurna), Kota Depok (Cimanggis), Kota Bogor (Gunung Putri), dan Jakarta Timur (Pondok Rangon). Kebetulan posisi sekretariat yayasan humaniora di posisi perbatasan wilayah ini," ucap Edi Karsito, Salah satu Pendiri Sanggar Humaniora kepada NTVnews.id.
"Yayasan Humaniora tidak hanya membina pemulung, tapi juga anak jalanan, pengamen, anak yatim dhuafa, dan pedagang keliling." tambahnya.
Kepedulian Humaniora juga patut diacungi jempol dengan memberikan sejenis beasiswa kepada anak sekolah.
Kegiatan sosial YAYASAN HUMANIORA Rumah Kemanusiaan (DOKUMEN YAYASAN HUMANIORA Rumah Kemanusiaan)
"Uang tunai, biaya SPP, peralatan sekolah, biaya pengobatan, biaya persalinan anak, biaya pernikahan pemulung, biaya pemakaman/kematian OT (orang terlantar) yang tinggal di kolong jembatan." tambah pria yang akrab disapa Bang Edi itu
Edi juga mengatakan mendirikan Sanggar Humaniora tak hanya sebatas sosial juga menginvestasikan apa yang bisa kita beri untuk kehidupan selanjutnya.
"Tapi kalau alasan yang agak teologis, yayasan secara sengaja didirikan pada tanggal 17 Ramadan 1415 H bertepatan dengan tanggal 17 Februari 1995.Di saat umat muslim sedunia memperingati peristiwa nuzulul quran. Jadi tanggal dan bulan didirikannya yayasan ini secara konsepsional dipilih sebagai transformasi makna; membumikan al-Quran. Wujud iman yang dinyatakan dalam bentuk perbuatan; memanusiakan manusia. Kemanusiaan yang didasari intimitas; hubungan sosial bersifat mendalam dan menyeluruh; rasa saling asih; asah; asuh," ucapnya.
Edi juga menyebut Sanggar Humaniora sangat konsisten membantu dan membuka jalan kepada siapapun yang membutuhkan bantuan di bidang budaya dan pendidikan. Edi juga merangkul sejumlah pihak memiliki visi sama pengabdian atas dasar kemanusiaan.
Humaniora, Organisasi pengepool donasi, baik yang resmi maupun tidak banyak sekali. Bahkan organisasi semacam ini sangat massif mengumpulkan sumbangan melalui media sosial, maupun menyebar proposal, dengan puluhan nomor rekening.
Kegiatan sosial YAYASAN HUMANIORA Rumah Kemanusiaan (YAYASAN HUMANIORA Rumah Kemanusiaan)
"Bedanya kami pendiri dan pengurus yayasan semua relawan; tenaga voulenter tidak pernah menerima upah, dan fasilitas dalam bentuk apapun, dan dengan alasan apapun. Sebaliknya kami berkorban, baik dari segi waktu, tenaga, pikiran, harta dan uang. (Ini bisa diaudit melalui laporan keuangan yayasan yang selalu dilaporkan setiap bulan berjalan/tutup buku)." ujar Edi.
"Kami melarang relawan dan Pengurus yayasan cari donatur sana sini. Jika ada, kami hanya menerima sumbangan dari pembemberian dan bukan kita meminta. Jadi intinya Yayasan tidak boleh minta – minta atas nama siapapun (fakir miskin, anak yatim, kaum duafa, dll) dan dengan alasan apapun. Hal ini bisa di cek selama 30 tahun kami tidak pernah sebar sebar proposal minta bantuan, juga tidak pernah mendapat bantuan dari Negara atau dari donatur tetap. Kami tidak punya donatur tetap," tambahnya.
Edi juga menegaskan Humaniora bisa didirikan untuk bisa meringankan mereka yang sangat membutuhkan kelangsungan hidup ke depannya terutama ekonomi lemah.
"”Dilarang menjual kesedihan untuk mendapat simpati dari orang lain. Dan teruslah bersyukur agar kita lupa mengeluh!!!” Spirit ini kami ajarkan ke anak anak binaan dan pemulung binaan sejak Yayasan Humaniora berdiri selama 30 tahun. Yaitu spirit filantropis; dari kebiasaan menerima menjadi kebiasaan memberi," ujar Edi.