Ntvnews.id, Jakarta - Aksi teror terhadap Majalah Tempo, berupa kiriman kepala babi dan bangkai tikus, merupakan ancaman serius bagi demokrasi. Tindakan semacam ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum untuk mengungkap siapa dalang di balik teror ini.
"Saya mengutuk pelaku teror terhadap Majalah Tempo. Saya tidak pernah setuju cara-cara biadab seperti itu,"ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, di Jakarta pada Minggu, 23 Maret 2025.
Aktivis 98 yang dikenal dengan panggilan Noel menegaskan bahwa pers nasional telah berjuang keras dalam membangun demokrasi di Indonesia. Dengan pengorbanan besar yang telah dilakukan, sangat tidak pantas jika masih ada upaya intimidasi terhadap pers.
"Dalam semua sequence (urutan) perjuangan demokrasi nasional, pers sebagai Pilar Demokrasi Keempat, selalu menjadi katalisator. Maka teror terhadap Majalah Tempo adalah perbuatan biadab," tegasnya.
Di sisi lain, Noel menyoroti bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran selalu menunjukkan keterbukaan terhadap kritik. Pemerintah saat ini menerima berbagai masukan dengan sikap demokratis dan tidak alergi terhadap kritik.
Kantor Tempo mendapat kiriman kepala babi pada 19 Maret 2025. Kepala babi tersebut dibungkus kotak kardus yang dilapisi styrofoam. Kotak berisi kepala babi tersebut ditujukan kepada “Cica”. Di Tempo, Cica adalah nama panggilan Francisca Christy Ros (DOKUMENTASI)
Sebagaimana diketahui, pada Rabu, 19 Maret sore, sebuah paket dalam kardus berlapis styrofoam dikirimkan ke kantor Grup Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan. Paket tersebut ditujukan kepada wartawan Desk Politik Tempo, Francisca Christy Rosana (Cica). Saat dibuka, paket tersebut berisi kepala babi tanpa kuping.
Pengirim paket diketahui mengendarai sepeda motor matic berwarna putih, mengenakan jaket hitam dan celana jins, serta memakai helm ojek online.
Tak berhenti di situ, pada Sabtu, 22 Maret 2025, sekitar pukul 02.11 WIB, Tempo kembali menjadi sasaran teror. Kali ini, seseorang melemparkan sebuah kardus berisi enam bangkai tikus yang kepalanya telah dipenggal. Kardus tersebut dibungkus dengan kertas kado dan ditemukan oleh petugas kebersihan Tempo.
"Ada adagium yang berkata: tidak ada kejahatan yang sempurna. Dengan adanya rekaman CCTV, maka teknologi face recognition (pengenalan wajah) milik Polri, seharusnya bisa mengungkap siapa pelaku teror ini,"ujar Noel.
Noel menegaskan bahwa pelaku tidak bisa hanya diberikan pengampunan, tetapi harus diproses hukum hingga tuntas. Aksi teror ini telah mengguncang demokrasi dan menarik perhatian pers nasional maupun internasional.
"Peristiwa ini sungguh mempermalukan demokrasi Indonesia. Maka demi penghormatan terhadap demokrasi dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pelaku harus ditemukan dan diproses secara hukum," katanya.