Ntvnews.id, Jakarta - Pejabat dalam pemerintahan Donald Trump secara tidak sengaja membocorkan rencana perang dalam sebuah group chat yang juga diikuti oleh jurnalis The Atlantic, sesaat sebelum AS melancarkan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman. Gedung Putih mengakui kesalahan tersebut pada Senin, 24 Maret 2025.
Dikutip dari Reuters, Rabu, 26 Maret 2025, kelalaian ini menuai kecaman dari anggota parlemen Demokrat, yang menilainya sebagai pelanggaran keamanan nasional serta tindakan ilegal yang perlu diselidiki oleh Kongres.
Pemimpin redaksi The Atlantic, Jeffrey Goldberg, mengungkapkan bahwa pada 13 Maret 2025, ia tiba-tiba dimasukkan ke dalam group chat terenkripsi di aplikasi Signal yang diberi nama 'Houthi PC small group'.
Dalam percakapan tersebut, penasihat keamanan nasional Mike Waltz menginstruksikan wakilnya, Alex Wong, untuk membentuk 'tiger team' guna mengoordinasikan langkah AS terhadap Houthi. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional (NSC), Brian Hughes, memastikan bahwa group chat tersebut memang asli.
Baca Juga: Fitur Nyaman Mitsubishi Xforce yang Bantu Pengemudi Tetap Fokus Saat Puasa Ramadan
"Utas itu merupakan demonstrasi koordinasi kebijakan antara pejabat senior yang mendalam dan bijaksana. Keberhasilan yang berkelanjutan dari operasi Houthi menunjukkan tidak ada ancaman terhadap anggota kami atau keamanan nasional kita," ujar Hughes.
Presiden AS Donald Trump melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Houthi pada 15 Maret, sebagai respons atas serangan kelompok tersebut terhadap kapal pengiriman di Laut Merah. Ia juga memperingatkan Iran, yang dianggap sebagai pendukung utama Houthi, untuk menghentikan dukungannya terhadap kelompok itu.
Beberapa jam sebelum serangan dimulai, Menteri Pertahanan Pete Hegseth membagikan rincian operasional terkait rencana tersebut dalam group chat.
"Termasuk informasi mengenai target, senjata yang akan digunakan AS, dan urutan serangan," ungkap Goldberg.
Laporan dari The Atlantic tidak memberikan detail lebih lanjut, tetapi Goldberg menyoroti bahwa penggunaan group chat Signal untuk mendiskusikan informasi sensitif semacam itu merupakan tindakan yang sangat ceroboh.
Baca Juga: Serangan Udara AS di Yaman: 50 Orang Tewas, 100 Terluka
Dalam artikel yang ditulisnya, Goldberg juga mengungkapkan bahwa beberapa pejabat tinggi berada dalam percakapan tersebut, termasuk Wakil Presiden JD Vance, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Direktur CIA John Ratcliffe, Direktur Intelijen Nasional Tulsi Gabbard, Menteri Keuangan Scott Bessent, Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles, serta pejabat senior Dewan Keamanan Nasional.
Selain itu, Joe Kent, yang ditunjuk Trump sebagai Direktur Pusat Penanganan Terorisme, juga disebut berada dalam group chat tersebut, meskipun belum dikonfirmasi oleh Senat.
Ketika ditanya oleh wartawan mengenai insiden ini, Trump mengaku tidak mengetahui apa pun.
"Saya tidak tahu apa-apa tentang itu. Saya bukan penggemar The Atlantic," kata Trump.
Gedung Putih menyatakan bahwa penyelidikan sedang berlangsung dan Trump telah menerima informasi terkait kejadian tersebut. Sementara itu, Menteri Pertahanan Pete Hegseth membantah membagikan rencana perang dalam percakapan tersebut.
BREAKING: The Trump admin accidentally texted a journalist, Jeffrey Goldberg, from The Atlantic, their top-secret war plans on Yemen.
Texts are below between Vance and Hegseth, in which the journalist was included.
— Brian Krassenstein (@krassenstein) March 24, 2025
Imagine if Biden did this! So incompetent. pic.twitter.com/CGIkNq0iNX
"Tidak ada yang mengirim rencana perang, dan hanya itu yang bisa saya katakan," ujarnya kepada wartawan saat melakukan kunjungan resmi ke Hawaii.
Namun, klaim Hegseth itu langsung dibantah oleh Goldberg dalam wawancara dengan CNN.
"Tidak, itu bohong. Dia mengirim rencana perang," tegas Goldberg.
Berdasarkan tangkapan layar chat yang diberitakan oleh The Atlantic, para pejabat dalam group chat itu sempat memperdebatkan apakah AS sebaiknya melancarkan serangan. Vance mempertanyakan apakah sekutu AS di Eropa yang lebih terdampak gangguan pengiriman di wilayah tersebut benar-benar membutuhkan bantuan dari AS.
"@PeteHegseth jika menurutmu kita harus melakukannya, maka lakukanlah," tulis seseorang yang diidentifikasi sebagai Vance.
"Saya benci menyelamatkan Eropa lagi. Kita pastikan pesan kita aman di sini," tambahnya.
The Atlantic juga melaporkan bahwa individu yang diidentifikasi sebagai Vance sempat menyuarakan kekhawatiran mengenai waktu serangan, dengan menilai bahwa ada alasan kuat untuk menunda operasi tersebut selama satu bulan.
"Saya tidak yakin apakah presiden sadar betapa tidak konsistennya hal ini dengan pesannya terhadap Eropa sekarang. Ada risiko bahwa kita melihat lonjakan harga minyak," ujarnya.