Ntvnews.id, Jakarta - Sosok penting dalam kasus dugaan korupsi penerbitan dan pencairan kontra SKBDN PT Askrindo tak kunjung hadir di persidangan. Muhammad Shaifie Zein, yang menjabat sebagai Direktur Teknik PT Askrindo pada 2019–2020, disebut-sebut sebagai tokoh kunci, namun hingga kini belum pernah dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Hal ini memantik sorotan tajam dari tim penasihat hukum terdakwa yang kembali menghadirkan ahli dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). Kali ini, giliran ahli hukum pidana, Prof. Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H., M.H., yang memberikan pandangan kritis soal dasar kerugian negara dalam perkara ini.
Menurut Prof. Eva, dalam perkara korupsi, penetapan kerugian negara tidak bisa bersifat asumtif. Harus ada kejelasan mengenai besaran dan dasar hukum yang kuat. Ia menyoroti ketentuan dalam Pasal 4B Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 (perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN) yang menegaskan bahwa:
"Keuntungan atau kerugian BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara."
Penjelasan ini dianggap penting, mengingat PT Askrindo merupakan BUMN, dan kerugian perusahaan semestinya tidak otomatis ditafsirkan sebagai kerugian negara.
Penasehat hukum dari WINN Attorney at Law, Erik Graha Pandapotan, S.H., M.Kn., dan Gughi Gumielar, S.H., menilai bahwa tanpa kehadiran Shaifie Zein, perkara ini menjadi timpang. Mereka menyayangkan mengapa mantan Direktur Teknik hanya diperiksa di tahap penyidikan, namun tak dibawa ke persidangan sebagai saksi.
"Kami mempertanyakan alasan JPU tidak menghadirkan yang bersangkutan. Bukankah perannya krusial dalam proses penerbitan SKBDN tersebut?" ujar Erik.
Sementara itu, Irsya Felisia, mantan Kepala Divisi UWS PT Askrindo hanya ditempatkan sebagai saksi dalam perkara ini, meski keterlibatannya disebut cukup signifikan.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Eko Aryanto, S.H., M.H., akan berlanjut pada Rabu, 23 April 2025, dengan agenda pembacaan tuntutan.