Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menyita sejumlah uang dari tersangka Ali Muhtarom yang disembunyikan di bawah kasur di rumahnya yang berada di Jepara, Jawa Tengah.
Ali Muhtarom, yang merupakan anggota majelis hakim, diduga terlibat dalam perkara suap dan/atau gratifikasi terkait putusan bebas dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Ketika saudara AM diperiksa di sini, berkomunikasi dengan keluarga di sana (Jepara), akhirnya itu ditunjukkan, dibuka, diambil bahwa uang itu ada di bawah tempat tidur,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, dilansir Antara.
Harli menjelaskan bahwa proses penggeledahan dilakukan pada tanggal 13 April 2025. Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus berhasil menemukan 3.600 lembar uang pecahan 100 dolar AS yang kini telah diamankan dan disimpan di bank.
“Jadi, kalau kita setarakan di kisaran Rp5,5 miliar. Silakan dihitung penyetaraannya,” katanya.
Dalam kasus ini, penyidik menyebutkan bahwa Ali Muhtarom diduga menerima total uang suap sebesar Rp6,5 miliar sehubungan dengan pemberian putusan lepas dalam perkara korupsi CPO.
Terkait dengan apakah uang yang ditemukan di rumah Ali berasal dari praktik suap, Harli menyatakan bahwa penyelidikan mengenai asal uang tersebut masih terus dilakukan oleh penyidik.
“Itu juga yang mau didalami apakah itu merupakan aliran yang belum digunakan atau memang itu dari simpanan. Mungkin dari yang lain, ‘kan, kami belum tahu,” ucapnya.
Dalam rekaman video penggeledahan yang dipublikasikan oleh Kejaksaan Agung, terlihat tim penyidik memasuki sebuah kamar dan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap bagian kasur.
Dengan bantuan seorang wanita yang berada di dalam rumah, petugas menemukan sebuah koper yang disimpan dalam karung. Setelah dibuka, koper tersebut ternyata berisi tumpukan uang dolar AS yang tersimpan dalam dua kantong plastik.
Dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi yang berkaitan dengan putusan bebas dalam perkara korupsi ekspor CPO di PN Jakarta Pusat ini, Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata di PN Jakarta Utara; dua pengacara yaitu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR); Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua PN Jakarta Selatan; Djuyamto (DJU), ketua majelis hakim; dua anggota majelis hakim, Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM); serta Muhammad Syafei (MSY) yang menjabat sebagai Head of Social Security Legal di Wilmar Group.
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, menyampaikan bahwa Ali Muhtarom menerima uang suap dari Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Sementara itu, Arif Nuryanta disebut menerima uang suap senilai Rp60 miliar dari Muhammad Syafei (MSY), yang merupakan bagian dari tim legal Wilmar, dengan perantara Wahyu Gunawan (WG), panitera muda perdata PN Jakarta Utara.
Selain Ali Muhtarom, dua hakim lainnya yakni ketua majelis Djuyamto (DJU) dan anggota majelis Agam Syarif Baharudin (ASB) juga disebut ikut menerima suap dari Arif.
Ketiganya diketahui menerima suap dengan pemahaman bahwa uang tersebut dimaksudkan untuk memastikan keluarnya putusan lepas terhadap korporasi yang terdiri dari PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.