Ntvnews.id, Jakarta - Ketika sirene peringatan berbunyi dan langit Jaffa gelap oleh ancaman rudal, sekelompok warga Palestina, baik Muslim maupun Kristen, dihadapkan pada kenyataan pahit, mereka ditolak masuk ke tempat perlindungan bom bawah tanah yang sebelumnya terbuka bagi semua.
Insiden ini terjadi di Jalan Yehuda Hayamit, Jaffa, salah satu kota campuran di Israel yang dihuni oleh komunitas Yahudi dan Palestina. Selama konflik terbaru antara Israel dan Iran, warga Palestina setempat mengaku telah diberi akses ke bunker perlindungan oleh anggota komite bangunan. Namun, beberapa hari kemudian, akses mereka ditolak secara sepihak.
Menurut kesaksian warga, kode akses ke bunker telah diubah. Kelompok sekitar 12 hingga 15 orang yang tinggal di gedung-gedung tua sekitar lokasi perlindungan terpaksa kembali menghadapi ancaman serangan udara tanpa perlindungan layak.
“Kami berjumlah sekitar 12 hingga 15 orang Muslim dan Kristen dari gedung di dekatnya. Tentu saja, kami merasa tidak diterima, tetapi kami tidak peduli,” ujar Nasir Ktelat, seorang warga Palestina berusia 63 tahun yang tinggal di seberang bunker, dilansir Middle East Eye.
“Mereka berkata, Kami telah membuat keputusan bahwa kami tidak ingin Anda datang, dan Kami akan mengubah kodenya. Jelas bahwa itu karena kami orang Arab,” tambahnya.
Warga Yahudi Israel di gedung-gedung lain di kawasan itu masih diizinkan masuk ke tempat perlindungan yang sama. Bagi warga Palestina, terutama mereka yang tinggal di bangunan lama dan tidak memiliki bunker sendiri, keputusan ini bukan hanya tindakan diskriminatif, melainkan juga membahayakan nyawa.
Fenomena ini bukan pertama kali terjadi. Serangan rudal Iran ke arah Israel pekan lalu memperlihatkan ketimpangan sistem perlindungan sipil di negara tersebut. Empat warga Palestina tewas di kota Tamra, sekitar 25 km dari Haifa, setelah sebuah rudal menghantam gedung tempat tinggal mereka.
Meski dihuni oleh lebih dari 35.000 orang, Tamra tidak memiliki bunker umum. Warga telah lama mengeluhkan kelalaian ini, namun tak ada langkah berarti dari pemerintah. Lebih menyakitkan lagi, video yang beredar di media menunjukkan warga Israel merayakan insiden itu sambil menyanyikan lagu anti-Arab populer “Semoga desamu terbakar.”
Abed Abu Shahada, seorang aktivis Palestina di Jaffa, mengatakan penolakan terhadap warga Arab di bunker mencerminkan “rasisme yang mengakar” dalam masyarakat Israel.
“Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara sadar membahayakan semua warga negara Israel, dengan menyerang Iran meskipun tahu bahwa Israel akan menghadapi balasan,” tambahnya.