BPOM Buka Suara soal Dugaan Sirop Obat India Mengandung DEG Melebihi Batas Aman

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Okt 2025, 18:08
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Arsip foto - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar (tengah), dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti (kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/10/2025). Arsip foto - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar (tengah), dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti (kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/10/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanggapi pemberitaan mengenai dua sirop obat asal India, yaitu Coldrif Cough Syrup dan Nextro-DS, yang diduga mengandung dietilen glikol (DEG) melebihi batas aman.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengatakan di Jakarta, Rabu, 8 Oktober 2025, bahwa produk tersebut diduga telah menimbulkan kematian pada anak-anak di India. Berdasarkan penelusuran di database BPOM, kedua produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia.

Selain itu, Taruna menegaskan bahwa produsen kedua sirop obat ini tidak memiliki kerja sama dengan produsen, importir, maupun distributor obat di Indonesia.

"Sirop obat flu/cold syrup tidak termasuk dalam kriteria obat yang dapat diimpor dan diedarkan di Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: BPOM Ambil 3 Langkah Tegas Tangani Kasus Cemaran Radioaktif pada Udang dan Cengkeh

Taruna menambahkan, hasil patroli siber BPOM menunjukkan kedua produk ini tidak ditemukan dijual secara online di e-commerce atau lokapasar di Indonesia.

Cough Syrup diproduksi oleh Srisan Pharmaceuticals, Tamil Nadu, India, sedangkan Nextro-DS berasal dari Himachal Pradesh, India.

Sebagai antisipasi terhadap produksi dan peredaran sirop obat substandar, ilegal, palsu, atau mengandung bahan berbahaya, BPOM berkomitmen memperkuat pengawasan pre- dan post-market untuk produk obat yang telah terdaftar dan beredar di Indonesia.

Baca Juga: BPOM RI: Produk Kosmetik Ilegal Meningkat Pesat di 2025

BPOM juga meningkatkan intensitas pengawasan berbasis risiko pada fasilitas produksi, distribusi, dan pelayanan kefarmasian. Selain itu, pihaknya melakukan pengawasan mutu melalui revitalisasi kerangka sampling berbasis risiko dan pengujian komprehensif terhadap sirop obat, termasuk pengawasan cemaran etilen glikol/dietilen glikol (EG/DEG) sesuai standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan pemastian kualifikasi pemasok bahan tambahan obat, terutama pelarut obat.

"BPOM juga memastikan dan mendorong industri farmasi untuk melakukan pemantauan mandiri (self assessment) terhadap pemenuhan persyaratan termasuk uji cemaran EG/DEG pada bahan baku dan sediaan sirop obat," kata Taruna.

Industri farmasi didorong melaporkan kegiatan mereka ke BPOM melalui sistem pelaporan terpadu daring, e-Was BPOM (https://e-was.pom.go.id), termasuk pembelian dan penggunaan bahan tambahan sirop obat berdasarkan analisis risiko.

BPOM telah meningkatkan penggunaan sistem farmakovigilans yang melibatkan tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, dan industri farmasi untuk mendeteksi serta melaporkan efek samping atau masalah terkait obat.

Baca Juga: Seminggu Sekali, BPOM-Kemenkes Bantu Awasi MBG

"BPOM juga berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dalam penanganan keluhan yang berhubungan dengan penggunaan obat pada pasien sebagai bagian dari respons cepat dan langkah mitigasi komprehensif," tambahnya.

Selain Kemenkes, BPOM memperkuat kolaborasi dengan WHO, otoritas regulatori obat negara lain, dan aparat penegak hukum untuk meningkatkan regulasi obat dan mitigasi risiko melalui kompetensi, berbagi informasi, pencegahan, pemberantasan, dan penegakan hukum terhadap obat yang tidak sesuai ketentuan.

Taruna mengimbau masyarakat menjadi konsumen cerdas dan selalu Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, dan Kadaluarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat. "Jika masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi apoteker, dokter, maupun tenaga kesehatan lainnya," katanya.

Ia menekankan masyarakat sebaiknya membeli obat di apotek, toko obat berizin, atau fasilitas pelayanan kesehatan. "Jika ingin membeli obat secara online, pastikan obat diperoleh melalui apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan," ujar Taruna.

(Sumber: Antara)

x|close