Ntvnews.id, Thailand - Bentrokan bersenjata antara Thailand dan Kamboja kembali memanas dan kini meluas hingga lima provinsi perbatasan pada Selasa, 9 Desember 2025. Menurut laporan AFP, pertempuran ini menewaskan 10 tentara dan warga sipil dari kedua pihak.
Sementara itu, sekitar 140.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi dari wilayah-wilayah yang terdampak. Konflik ini merupakan yang paling mematikan sejak perang pada Juni 2025, yang juga menelan puluhan korban jiwa sebelum kedua negara sepakat menandatangani gencatan senjata.
Hingga kini, masing-masing pihak saling menuding sebagai penyebab eskalasi terbaru ini. Salah satu insiden paling menonjol terjadi di sekitar candi Preah Vihear, situs warisan dunia UNESCO.
Sebuah serangan granat menewaskan seorang tentara Thailand pada Selasa, sementara tembakan tidak langsung di provinsi Surin menewaskan satu tentara lainnya. Menanggapi situasi ini, Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menegaskan komitmen negaranya.
Baca Juga: Thailand–Kamboja Kembali Memanas, 3 Tentara Thailand Tewas
"Thailand harus berdiri teguh di belakang mereka yang melindungi kedaulatan kita. Kita tidak bisa berhenti sekarang," ujarnya.
Selain itu, Juru Bicara Angkatan Laut Thailand, Parat Rattanachaiphan, menyebutkan bahwa pasukan mereka mendeteksi kehadiran tentara Kamboja, pemukiman, dan sejumlah pangkalan senjata di wilayah pesisir provinsi Trat yang disengketakan.
Ia juga menuding Kamboja mengerahkan drone untuk memprovokasi pasukan Thailand dan menegaskan pada Selasa pagi bahwa mereka melancarkan operasi militer untuk mengusir mereka.
Kegelisahan warga sipil semakin meningkat akibat pertempuran. Poan Hay, seorang warga Kamboja berusia 55 tahun dari provinsi Oddar Meanchey, kembali melarikan diri dari rumahnya akibat penembakan dan jet tempur yang melintasi wilayahnya.
Baca Juga: Serangan Artileri Thailand di Perbatasan Tewaskan 7 Warga Sipil Kamboja
"Ini keempat kalinya saya melarikan diri. Saya tidak tahu kapan saya bisa kembali," katanya dari tempat perlindungan di sebuah pagoda sekitar 70 kilometer dari perbatasan.
"Saya ingin masyarakat internasional membantu Kamboja dan memberi tahu tentara Thailand untuk berhenti," lanjutnya.
Hingga saat ini, lebih dari 21.000 orang di tiga provinsi perbatasan Kamboja telah mengungsi, menurut pihak Phnom Penh.
Di sisi Thailand, sebagian warga memilih tetap tinggal di rumah meski risiko tinggi masih mengintai. Samlee (56), seorang petani di Thailand, menolak meninggalkan rumahnya untuk menjaga ternak.
"Kapan ini berhenti? Saya ingin ini segera berakhir," ujarnya.
Warga sipil Kamboja mengungsi dari rumah mereka di dekat perbatasan dengan Thailand di Provinsi Preah Vihear, Kamboja, Senin, 8 Desember 2025. ANTARA/Agence Kampuchea Presse/Handout via Xinhua/pri. (Antara)