Awal Pekan, IHSG Dibuka Menguat dan Rupiah Bertahan di Level Rp16.500an per Dolar AS

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Okt 2025, 10:32
thumbnail-author
Muslimin Trisyuliono
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ilustrasi grafik pasar uang dan pasar saham dunia pasca pengumuman tarif kombinasi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ilustrasi grafik pasar uang dan pasar saham dunia pasca pengumuman tarif kombinasi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin 6 Oktober 2025 bergerak menguat di tengah pelaku pasar bersikap wait and see terhadap data ekonomi domestik, termasuk cadangan devisa (cadev) dan likuiditas sistem keuangan.

Dikutip dari Antara, IHSG dibuka menguat 37,06 poin atau 0,46 persen ke posisi 8.155.36. 

Sementara, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 3,48 poin atau 0,44 persen ke posisi 788,67.

"Pekan kedua Oktober 2025 akan menjadi periode sibuk bagi pasar keuangan Indonesia, dengan sejumlah rilis data penting dari Bank Indonesia (BI), risalah rapat The Fed, serta perkembangan government shutdown Amerika Serikat (AS) yang masih berlangsung," sebut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya.

Baca juga: Harga Emas Antam Pecah Rekor, Dijual Rp2.250.000 per Gram

Dari dalam negeri, BI akan merilis cadangan devisa September 2025 pada Selasa (7/10), yang pada Agustus 2025 tercatat 150,7 miliar dolar AS, atau menurun akibat pembayaran utang luar negeri dan intervensi stabilisasi rupiah.

Selain itu, pada hari sama, BI akan merilis data Uang Primer (M0) untuk memantau likuiditas sistem keuangan.

Kemudian, BI akan merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2025 pada Rabu (8/10), yang mana pada Agustus 2025 berada di level 117,2, atau turun dari 118,1, namun masih menunjukkan optimisme.

Selanjutnya, BI akan merilis data penjualan ritel Agustus 2025 pada Kamis (9/10), setelah pada Juli 2025 tumbuh 4,7 persen (yoy), yang menandakan pulihnya permintaan domestik. BI memperkirakan konsumsi akan kembali meningkat di akhir kuartal III.

Dari mancanegara, pemerintah AS masih mengalami shutdown (penutupan) sejak 1 Oktober 2025, akibat kebuntuan anggaran antara Presiden AS Donald Trump dan Partai Demokrat.

Lebih dari 750.000 pegawai federal dirumahkan, dan terjadi "data blackout" ekonomi karena tertundanya publikasi data penting seperti data ketenagakerjaan (NFP) dan inflasi, yang membuat The Fed kekurangan acuan untuk keputusan suku bunga.

Pada Kamis (9/10), risalah rapat FOMC dan sejumlah pidato pejabat The Fed termasuk Jerome Powell akan menjadi perhatian utama pasar. Nada dovish bisa mendorong aset berisiko, sementara nada hawkish berpotensi menekan rupiah.

Pada perdagangan Jumat (3/10) pekan kemarin, bursa saham Eropa ditutup mayoritas menguat, diantaranya Euro Stoxx 50 menguat 0,10 persen, indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,67 persen, indeks DAX Jerman melemah 0,18 persen, serta indeks CAC Prancis menguat 0,31 persen.

Bursa saham AS di Wall Street juga ditutup mayoritas menguat pada Jumat (3/10), diantaranya indeks S&P 500 menguat 0,01 persen ke 6.715,79, indeks Nasdaq melemah 0,28 persen ke 22.780,51, dan Dow Jones menguat 0,51 persen ke 46.758,28.

Baca juga: Oppo Reno 15 Pro/Pro+ Mungkin Ditenagai Chipset Dimensity 8500

Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei menguat 2.094,00 poin atau 4,51 persen ke 47.833,00, indeks Shanghai menguat 20,25 poin atau 0,52 persen ke 3.882,78, indeks Hang Seng melemah 155,94 poin atau 0,64 persen ke 27.013,55, dan indeks Strait Times menguat 4,41 poin atau 0,08 persen ke 4.415,35.

Sementara itu, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin (6/10) di Jakarta menguat sebesar 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.562 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.563 per dolar AS.

x|close