Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa kendaraan bermotor di Indonesia secara teknis telah mampu menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran etanol hingga 20 persen.
“Sebetulnya, mobil-mobil mau merek apa pun itu, sudah kompatibel dengan etanol. Secara teknis, secara kemampuan mesin, itu maksimal bisa 20 persen,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi, ketika ditemui di Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025.
Eniya menjelaskan bahwa saat ini PT Pertamina (Persero) telah melakukan uji coba pasar terhadap produk bensin dengan campuran etanol melalui Pertamax Green 95. Produk ini berbasis Pertamax, yang merupakan jenis BBM non-PSO atau tidak termasuk dalam kategori bahan bakar bersubsidi.
“Pertamax Green 95 itu, 5 persen (kandungan etanolnya), tetapi dipastikan suplainya dari dalam negeri, campurannya dipastikan 5 persen,” kata Eniya.
Baca Juga: ESDM Ingatkan SPBU Swasta: Mau Kosong Sampai Akhir Tahun atau Sepakat?
Meskipun kendaraan di Indonesia telah mendukung penggunaan etanol hingga 20 persen, pemerintah masih mempertahankan kadar campuran etanol sebesar 5 persen. Kebijakan ini diambil karena pemerintah mempertimbangkan ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri yang masih terbatas, terutama dari jagung dan tebu.
Di beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat, penggunaan etanol dengan kadar hingga 20 persen dalam bahan bakar kendaraan sudah menjadi hal umum. Namun, Indonesia masih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan wajib (mandatori) tersebut.
“Kalau kita mandatorikan (wajibkan), kami bingung sumber (etanolnya) di mana, karena Pak Menteri (Menteri ESDM Bahlil Lahadalia) nggak mau impor,” ucapnya.
Lebih lanjut, Eniya mengungkapkan bahwa ke depan Indonesia diperkirakan mampu menghasilkan antara 150.000 hingga 300.000 kiloliter (kl) etanol per tahun dari perkebunan tebu di Merauke, Papua Selatan. Proyek tersebut merupakan bagian dari program pengembangan food estate pemerintah, yang menargetkan pengelolaan lahan tebu seluas 500.000 hektare.
Baca Juga: Kementerian ESDM Panggil SPBU Swasta Terkait Pembelian BBM Impor yang Belum Terealisasi
“Hitungannya masih dibicarakan. Intinya, di Papua, kalau tidak salah saya mendengarnya sih ada 150-300 ribu kl etanol per tahun,” kata Eniya.
Kementerian ESDM menargetkan produksi bioetanol di Merauke mulai berjalan pada tahun 2027. Langkah ini menjadi bagian dari upaya nasional dalam mendorong transisi energi menuju sumber daya yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Etanol yang dihasilkan dari perkebunan tebu tersebut akan diolah menjadi bioetanol guna meniru keberhasilan Brasil dalam memanfaatkan tebu sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
(Sumber : Antara)