Ntvnews.id, Surabaya - Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) secara resmi meningkatkan status penanganan kasus ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan. Keputusan itu diambil setelah gelar perkara yang dilakukan oleh tim gabungan penyidik.
“Untuk perkembangan kasus, Polda Jatim telah melakukan gelar perkara. Hasilnya, sejak kemarin statusnya resmi meningkat dari penyelidikan menjadi penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol. Jules Abraham Abast di Surabaya, Kamis, 9 Oktober 2025.
Abast menjelaskan bahwa setelah peningkatan status ini, penyidik akan memanggil sejumlah saksi untuk pemeriksaan lanjutan. Dari total 17 saksi yang telah dimintai keterangan pada tahap penyelidikan, beberapa akan kembali dipanggil karena keterangannya dinilai perlu didalami lebih jauh.
“Dari 17 saksi yang sudah kami periksa sejak awal, nanti akan dilihat mana yang perlu didalami. Proses pemanggilan ulang akan disesuaikan dengan kebutuhan penyidik,” ujarnya.
Baca Juga: Polda Jatim Periksa 17 Saksi Terkait Robohnya Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo
Menurut Abast, para saksi yang diperiksa berasal dari beragam latar belakang, mulai dari pengelola pondok pesantren, pekerja bangunan, hingga saksi mata di lokasi kejadian. Namun, penyidik hanya akan memperdalam keterangan yang dianggap relevan dan memiliki keterkaitan langsung dengan peristiwa runtuhnya bangunan tersebut.
“Latar belakang saksi beragam, tetapi yang kami dalami hanya yang relevan dengan peristiwa tersebut. Kalau hanya mengetahui sepintas atau datang setelah kejadian, mungkin tidak kami periksa lebih lanjut,” tambah Abast.
Ia menuturkan bahwa tim gabungan penyidik telah dibentuk sejak 29 September 2025, tak lama setelah insiden ambruknya bangunan ponpes yang menyebabkan puluhan korban jiwa dan luka-luka. Tim tersebut terdiri dari personel Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim dan Polresta Sidoarjo.
Selain pemeriksaan saksi, penyidik juga akan meminta keterangan dari sejumlah ahli, di antaranya ahli konstruksi dan ahli bangunan, guna memperkuat pembuktian unsur pidana dalam peristiwa tersebut.
“Keterangan ahli menjadi salah satu alat bukti penting untuk menguatkan proses pembuktian dugaan tindak pidana,” kata Abast.
(Sumber: Antara)