Ntvnews.id, Jakarta - Empat terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 diduga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp285,18 triliun. Hal itu diungkapkan dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 8 Oktober 2025.
Keempat terdakwa adalah Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023), Maya Kusuma (Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023), Edward Corne (Vice President Trading Produk Pertamina Patra Niaga periode 2023–2025), dan Sani Dinar Saifudin (Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional periode 2022–2025).
“Para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan secara hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Feraldy Abraham Harahap, saat membacakan surat dakwaan.
JPU menjelaskan bahwa dalam pengadaan impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM), para terdakwa diduga memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan gasoline (bensin) RON 90 pada paruh pertama 2023 sebesar 3,6 juta dolar AS, serta pengadaan bensin RON 92 pada periode yang sama senilai 745.493 dolar AS. Selain itu, terdakwa juga disebut memperkaya Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. sebesar 1,39 juta dolar AS pada pengadaan bensin RON 90.
Baca Juga: Kasus Korupsi Minyak Mentah: Perusahaan Singapura Dapat Perlakuan Istimewa saat Lelang
Selain itu, dalam penjualan solar nonsubsidi, perbuatan para terdakwa dinilai memperkaya 14 korporasi lainnya dengan nilai total Rp2,54 triliun.
Secara keseluruhan, kerugian negara yang timbul dari kasus ini mencapai Rp285,18 triliun, terdiri dari kerugian keuangan negara 2,73 miliar dolar AS dan Rp25,44 triliun, kerugian perekonomian negara Rp171,99 triliun, serta keuntungan ilegal 2,62 miliar dolar AS.
Kerugian keuangan negara tersebut antara lain berasal dari pengadaan impor BBM senilai 5,74 miliar dolar AS dan penjualan solar nonsubsidi sebesar Rp2,54 triliun selama periode 2021–2023. Sementara itu, kerugian perekonomian negara disebabkan oleh kemahalan harga pengadaan BBM yang menimbulkan beban ekonomi, sedangkan keuntungan ilegal diperoleh dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari sumber dalam negeri.
Atas perbuatannya, keempat terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: Kejaksaan Limpahkan Berkas 9 Terdakwa Korupsi Minyak Mentah ke PN Jakpus
Dalam uraian dakwaan, JPU memaparkan bahwa pada pengadaan impor produk kilang atau BBM, Riva, yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Patra Niaga periode 2021–2023, menyetujui usulan Maya Kusuma terkait hasil pelelangan khusus bensin dengan Research Octane Number (RON) 90 dan RON 92 pada paruh pertama tahun 2023.
Usulan tersebut menetapkan BP Singapore dan Sinochem International Oil sebagai calon pemenang tender setelah keduanya menerima perlakuan istimewa dalam proses lelang dari Edward, yang diduga membocorkan informasi alpha atau informasi rahasia pengadaan kepada kedua perusahaan tersebut.
Selain itu, Riva disebut memberikan tambahan waktu penawaran kepada BP Singapore meskipun telah melewati batas waktu yang ditentukan. Ia juga mengusulkan BP Singapore dan Sinochem International Oil sebagai pemenang tender melalui memorandum hasil pelelangan khusus bensin RON 90 dan RON 92 kepada Direktur Utama Pertamina Patra Niaga.
“Perlakuan istimewa, yaitu memberikan informasi terkait alpha pengadaan, sehingga BP Singapore dan Sinochem International Oil memenangkan tender tersebut,” tutur JPU.
Baca Juga: Kejagung Limpahkan Berkas Tersangka Korupsi Minyak Mentah ke JPU
Selanjutnya, JPU menyebut Edward juga memberikan perlakuan istimewa kepada kedua perusahaan tersebut dengan cara memberikan informasi rahasia pengadaan dan tambahan waktu penawaran, meskipun batas waktu sudah lewat.
Edward pun diduga mengusulkan BP Singapore dan Sinochem International Oil sebagai calon pemenang tender melalui memo hasil pelelangan kepada Maya Kusuma, setelah terlebih dahulu memberikan perlakuan istimewa.
Lebih jauh, Edward diduga menerima hadiah atau parsel berupa tas golf dari Ferry Mahendra Setya Putra, selaku Originator Specialist-Business Development PT Jasatama Petroindo, perusahaan yang berafiliasi dengan BP Singapore Group, sebagai imbalan atas proses pengadaan yang dimenangkan BP Singapore.
Dalam aspek lain, JPU juga menduga bahwa dalam penjualan solar nonsubsidi, Riva telah menyetujui harga jual BBM Solar atau Biosolar kepada konsumen industri tanpa memperhatikan bottom price (nilai jual terendah) dan tingkat profitabilitas sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine Pertamina Patra Niaga.
Tidak hanya itu, Riva juga disebut menandatangani kontrak penjualan Solar atau Biosolar kepada pembeli swasta dengan harga di bawah nilai jual terendah, yang mengakibatkan kerugian bagi Pertamina Patra Niaga.
“Bahkan di bawah harga pokok penjualan (HPP) dan harga dasar solar bersubsidi, yang pada akhirnya memberikan kerugian pada Pertamina Patra Niaga,” tambah JPU.
Selain itu, Riva juga didakwa tidak menyusun serta menetapkan pedoman negosiasi harga sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direktur Utama terkait penjualan solar nonsubsidi.
(Sumber: Antara)