Militer Madagaskar Umumkan Pembentukan Komite Pengganti Presiden Setelah Dimakzulkan
NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 15 Okt 2025, 06:15
Deddy Setiawan
Penulis
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Polisi anti huru-hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang pemadaman listrik yang sering terjadi dan kelangkaan air, dekat Universitas Antananarivo, Madagaskar, 29 September 2025 (Aljazeera)
Ntvnews.id, Antananarivo - MiliterMadagaskar secara resmi mengumumkan rencana pembentukan komite yang akan mengambil alih fungsi kepresidenan setelah terjadinya pemakzulan terhadap Presiden Andry Rajoelina. Komite tersebut akan diisi oleh perwira militer, anggota gendarmeri, serta polisi nasional, dan kemungkinan juga melibatkan sejumlah pejabat sipil.
"Kami akan membentuk sebuah komite yang terdiri dari perwira militer, gendarmeri, dan polisi nasional. Komite ini juga mungkin mencakup pejabat sipil. Komite inilah yang akan bertindak sebagai presiden,” kata Kepala Unit Militer CAPSAT, Kolonel Michael Randrianirina, sebagaimana dikutip dari AFP, Rabu, 15 Oktober 2025.
Randrianirina diketahui berpihak pada warga yang menggelar aksi protes terhadap pemerintahan Rajoelina.
Ia menambahkan bahwa pemerintahan sipil juga akan segera dibentuk dalam waktu dekat. “Pada saat yang sama, dalam beberapa hari ke depan, kami juga akan membentuk pemerintahan sipil,” tambah Randrianirina.
Situasi politik di Madagaskar semakin memanas setelah Presiden Andry Rajoelina memutuskan membubarkan parlemen di tengah berlangsungnya pemungutan suara di Majelis Nasional yang bertujuan untuk mencopot dirinya dari jabatan. Langkah tersebut justru mempercepat langkah parlemen untuk melakukan pemakzulan terhadap dirinya.
Menurut laporan AFP, setelah pemakzulan itu, militer Madagaskar langsung mengambil alih kendali pemerintahan. Tidak hanya itu, pihak militer juga membubarkan seluruh lembaga negara, kecuali Majelis Nasional yang merupakan majelis rendah parlemen.
Dengan terbentuknya komite baru ini, Madagaskar kini berada di bawah kendali militer, sementara masyarakat dan komunitas internasional menantikan kejelasan arah pemerintahan berikutnya di negara kepulauan tersebut.