Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menekankan bahwa tanah yang terletak di badan dan sepadan sungai harus memiliki sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama negara.
"Yang jelas semua tanah di badan sungai dan sepadan sungai akan di-HPL-kan atas nama negara," kata Nusron ditemui seusai menghadiri Rapat Koordinasi Terbatas Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah bersama Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), Rabu 19 Maret 2025.
Dia menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan peraturan pemerintah yang mewajibkan sertifikasi tanah yang bukan kawasan hutan, baik itu tanah negara maupun yang dikuasai masyarakat.
Baca Juga : Zulkifli Hasan Tegaskan Impor Singkong dan Tapioka Akan Dibatasi
Tanah di sepanjang sungai, termasuk di atas tanggul, harus memiliki status hukum yang jelas dengan sertifikat atas nama negara.
Kepastian hukum ini sangat penting, mengingat banyak tanah di atas tanggul yang sebelumnya tidak memiliki sertifikat. Sebagian tanah tersebut telah ditempati oleh pihak tertentu yang kemudian mengurus surat tanah melalui berbagai jalur, termasuk melalui lurah dan instansi lainnya.
Namun, jika tanah tersebut merupakan milik negara, maka sertifikat yang dikeluarkan tidak sah karena tanah tersebut tidak dapat dimiliki secara pribadi.
Menteri ATR juga menjelaskan bahwa otoritas atas tanah di badan dan sepadan sungai bergantung pada pengelolaan sungai tersebut.
Baca Juga : Menko Zulkifli Hasan Sebut Presiden Teken Inpres Soal Irigasi
Jika sungai dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PU), maka Badan Pengelola Wilayah Sungai (BPWS) yang bertanggung jawab. Sementara jika berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi, maka pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi.
Terkait dengan sertifikasi tanah yang tidak sah, Menteri ATR menegaskan bahwa pihaknya tidak mencari siapa yang bersalah dalam persoalan ini.
Sebagai solusi, tanah di atas tanggul sungai akan diberikan status HPL atas nama negara untuk memastikan kepastian hukum dan pengelolaan yang jelas.
Namun, Nusron juga mengakui adanya tantangan terkait bangunan yang sudah berdiri di atas tanah tersebut. Jika bangunan itu berdiri tanpa alas hak yang jelas, maka pendekatan kemanusiaan akan diterapkan, termasuk kemungkinan pemindahan atau relokasi.
Baca Juga : Zulkifli Hasan: Bulog Harus Kembali Menjadi Lembaga Non-Komersial untuk Swasembada Pangan
Menteri ATR menegaskan bahwa relokasi bukan berarti penggusuran, melainkan langkah yang mempertimbangkan aspek kemanusiaan dengan memberikan solusi yang layak bagi masyarakat terdampak.
Relokasi tidak disertai dengan ganti rugi karena tanah tersebut bukan milik individu. Ganti rugi hanya diberikan jika terdapat alas hak yang sah atas tanah tersebut.
Proses relokasi akan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan pihak terkait untuk memastikan pemindahan warga dilakukan secara manusiawi tanpa menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Selain itu, Menteri ATR juga menyoroti tanah yang sudah memiliki alas hak. Untuk kasus seperti ini, pihaknya akan membentuk panitia pengadaan tanah yang akan menentukan harga tanah melalui penilaian yang objektif.
Salah satu lokasi yang banyak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah Sungai Bekasi, yang saat ini tercatat memiliki 124 sertifikat.
Baca Juga : Menko Zulkifli Hasan: Swasembada Pangan Ditargetkan Tercapai pada 2027
Konsep pemindahan atau relokasi akan diatur oleh pemerintah daerah dan Kementerian PU dengan memastikan masyarakat terdampak mendapatkan tempat tinggal yang layak dan manusiawi.
Menteri ATR menegaskan bahwa penataan tanah di badan dan sepadan sungai adalah langkah penting untuk mencegah bencana banjir dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air.
"Nanti konsepnya yang mengatur pemda sama PU, pokoknya direlokasi di tempat yang manusiawi dengan cara yang manusiawi. Yang jelas, semua tanah di badan sungai dan sepadan sungai akan di-HPL-kan atas nama negara," katanya. (Sumber Antara)