Ntvnews.id, Jakarta - PT United Tractors Tbk (UNTR) melangkah strategis dengan mengakuisisi perusahaan tambang emas di Sulawesi Utara, yakni PT Arafura Surya Alam (ASA). Akuisisi ini resmi dilakukan melalui penandatanganan pada 12 September 2025.
“Mungkin ini topik hangat, jadi di September 2025 ini baru ini di tanggal 12 September, Perseroan telah menandatangani untuk mengakuisisi PT Arafura Surya Alam (ASA) sebuah perusahaan pertambangan emas,” kata Finance Director United Tractors, Vilihati Surya, dalam Astra Media Day 2025 di Jakarta, Selasa, 23 September 2025.
Vilihati menjelaskan bahwa ASA adalah perusahaan pertambangan yang memiliki Izin Perusahaan Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) untuk satu blok tambang, yaitu Blok Doup di Sulawesi Utara. Lebih rinci, operasi perusahaan ini berada di Kotabunan, Bolaang Mongondow Timur, Sulawesi Utara.
Baca Juga: Menilik Jejak-jejak Kepedulian United Tractors untuk Negeri
Berdasarkan keterbukaan informasi, akuisisi dilakukan melalui anak usaha UNTR, Danusa Tambang Nusantara (DTN), dengan menandatangani perjanjian Jual Beli Bersyarat bersama PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB). Perjanjian tersebut mencakup pembelian 99,99996 persen saham ASA, sehingga UNTR mengakuisisi hampir seluruh saham ASA dari PSAB.
“Mohon dukungan dan doanya, supaya cepat rampung,” ujar Vilihati.
UNTR membukukan pendapatan bersih sebesar Rp68,5 triliun pada semester pertama 2025, meningkat 6 persen dibanding Rp64,5 triliun pada periode sama tahun 2024. Pendapatan ini sebagian besar ditopang segmen kontraktor penambangan sebesar Rp26,1 triliun dan segmen mesin konstruksi Rp20,9 triliun.
Baca Juga: United Tractors Perluas Bisnis Non Batu Bara, Ikut Garap Emas dan Nikel
Sementara itu, segmen pertambangan batubara termal dan metalurgi memberikan kontribusi Rp13,4 triliun, turun 14 persen dari semester I 2024. Sebaliknya, segmen pertambangan emas dan mineral lainnya mencatat pendapatan Rp7,0 triliun, naik 60 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Laba bersih UNTR tercatat menurun 15 persen menjadi Rp8,1 triliun, disebabkan oleh kinerja segmen kontraktor penambangan yang terdampak curah hujan tinggi, serta penurunan harga jual batu bara pada segmen pertambangan batubara termal dan metalurgi. Meski demikian, sebagian penurunan ini dapat diimbangi oleh peningkatan kontribusi dari segmen pertambangan emas dan mineral lainnya serta segmen mesin konstruksi.
Sumber: ANTARA