Jadi mengapa harus bayar royalti? Berapa harus dibayar dan kepada siapa dibayar? Apa sanksi jika tidak membayar. Semuanya sangat jelas. Tetapi mengapa kepatuhan bayar royalti di Indonesia sangat rendah sedangkan peraturannya sudah sangat komplit. Ternyata faktor utama adalah dikarena penerapan sanksi membutuhkan biaya besar dan waktu sangat lama . Hal ini terjadi karena penyelesaian pelanggaran royalti mengikuti hukum acara biasa yang melewati proses dari tingkatan pertama sampai kasasi bahkan Peninjauan Kembali (PK), tentunya akan sulit bagi LMKN melaksanakan proses ini memgingat keterbatasan dana.
Sebagai alternatif maka LMKN mengusulkan peradilan sederhana. Hal ini sebenarnya sejalan dengan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman: peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas ini tegas disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sederhana mengandung arti pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif. Asas cepat, asas yang bersifat universal, berkaitan dengan waktu penyelesaian yang tidak berlarut-larut. Asas cepat ini terkenal dengan adagium justice delayed justice denied.