Menparekraf: Perlu Pembenahan LMK dan LMKN untuk Selesaikan Polemik Royalti Musik

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 7 Agu 2025, 13:10
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu (6/8/2025). Menteri Ekonomi Kreatif (Menekraf) Teuku Riefky Harsya (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu (6/8/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id,

 Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa penyelesaian polemik royalti lagu untuk para musisi harus diawali dengan perbaikan sistem dalam Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Menurut Teuku Riefky, aspek paling penting yang perlu diperhatikan dalam pembahasan soal royalti adalah transparansi dan akuntabilitas, khususnya terkait mekanisme pengumpulan royalti dan proses penyalurannya kepada para pemilik hak cipta.

"Ada beberapa hal yang kita mesti lihat. Pertama, tentu pencipta lagu dan pengarang lagu harus menerima royaltinya. Tetapi di sisi lain, yang menggunakan harus ada kebijakan fair untuk mereka. Tetapi yang banyak, mungkin, masih ditata ulang adalah tentang kolektifnya, LMK, dan LMKN-nya," ujar Teuku Riefky Harsya dalam wawancara terekam yang diunduh dari ANTARA pada Kamis.

Ia pun menyambut baik inisiatif revisi terhadap Undang-Undang Hak Cipta sebagai bentuk upaya menjawab berbagai masalah yang masih muncul seputar sistem royalti saat ini. "Saat ini ada inisiatif DPR yang rencananya akan juga merevisi Undang-Undang Hak Cipta," katanya ketika ditemui di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, pada 6 Agustus.

Menanggapi perdebatan mengenai kewajiban pembayaran royalti oleh pemilik restoran, kedai kopi, atau kafe yang memutar lagu milik musisi, ia kembali menegaskan bahwa akuntabilitas lembaga pengelola royalti merupakan hal utama yang harus dijamin.

"Ya sebetulnya, kalau kita memang menggunakan sebaiknya kan kita bayarkan, tetapi yang harus dipastikan adalah akuntabilitas dari kolektifnya, sehingga (royalti yang dibayarkan) nyampek kepada yang berhak," sambung Teuku Riefky.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dari Kementerian Hukum dan HAM pada 30 Juli lalu menegaskan bahwa semua pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik wajib membayar royalti kepada pemilik hak cipta. Ketentuan ini juga mencakup penggunaan lagu melalui layanan streaming digital seperti Spotify, YouTube, Apple Music, dan sejenisnya.

Kewajiban ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dan secara teknis dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik. Sementara itu, penggunaan musik di lokasi usaha seperti kafe dan restoran juga diatur dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, pembayaran royalti dilakukan melalui LMKN, yang merupakan lembaga resmi yang ditunjuk untuk menghimpun serta menyalurkan royalti kepada para pencipta lagu dan pemilik hak cipta.

Sumber: ANTARA

x|close