Meski demikian, bukan berarti lembaga ex situ ini tidak memiliki tantangan tersendiri, dan salah satu faktor yang paling disorot adalah kecenderungan lembaga ex situ pada studi kasus tertentu yang dapat mereduksi kemampuan adaptasi alami spesies yang terancam punah. Terlepas dari tantangan itu, lembaga ex situ merupakan alternatif yang memliki probabilitas tingkat kesuksesan cukup tinggi dalam menunjang upaya konservasi populasi spesies yang ditunjang kemampuan expertise dari sisi pendekatan manusia, sehingga proses konservasi menjadi lebih terukur kesuksesannya.
Aspek kedua yang turut memiliki peranan krusial adalah langkah pelepasliaran spesies hewan ke habitat alami. Dalam hal ini, terdapat standar kualitas individu yang perlu dipenuhi bagi spesies hewan yang layak dilepasliarkan, sehingga penting untuk melakukan persiapan secara komprehensif guna memastikan pelepasliaran hewan dilakukan pada waktunya.
Salah satu case study yang paling menarik dari perspektif akademis adalah cerita pelepasliaran orangutan di Sintang Orangutan Center (SOC). Prof. Luthfiralda mengungkapkan, ”Dari hasil riset yang kami lakukan, tidak semua spesies orangutan memiliki kemampuan yang sama dalam beradaptasi di alam liar. Fenomena ini terlihat bahkan ketika prosedur konservasi dilakukan pada sekolah hutan, di mana beberapa orangutan cenderung enggan membuat sarangnya sendiri dan memilih menggunakan sarang yang telah ada dan masih layak untuk tidur.”
Melihat fenomena tersebut, Prof. Luthfiralda dalam penelitiannya mengungkapkan metode pelepasliaran ”Halfway House” menjadi salah satu opsi persiapan pelepasliaran hewan yang dilindungi. Metode Halfway House bertujuan meningkatkan kemungkinan keberhasilan pelepasliaran, serta mempersiapkan hewan untuk mampu memenuhi kebutuhan dasar alaminya.
Aspek ketiga adalah langkah konservasi sepanjang hayat di kebun binatang dengan mempertimbangkan masa estrus (periode subur) pada hewan. Hal ini menjadi opsi yang paling terukur bilamana spesies tertentu tidak memiliki kualifikasi yang ideal untuk dilepasliarkan dan justru akan menimbulkan risiko bagi eksistensi spesies tersebut.
“Tantangan pengelolaan keberlanjutan biodiversitas, khususnya pada spesies yang terancam punah, menjadi sebuah pekerjaan rumah yang harus disikapi secara serius oleh seluruh pihak. Oleh karenanya, pengayaan pemahaman metodologi konservasi serta perluasan portofolio studi kasus pada ragam spesies menjadi sebuah keniscayaan yang perlu disikapi dengan dinamika fenomena alam yang saat ini terus terjadi secara progresif,” tegas Prof. Luthfiralda.
Hasil penelitian ini menandai komitmen panjang Prof. Luhtfiralda terhadap keberlanjutan biodiversitas, khususnya pada spesies yang terancam punah dan spesies endemik, melalui riset dan manifestasi akademik serta kajian biologi terkait.