Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Putusan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu dinyatakan kemarin.
Meski demikian, di lain sisi MK ternyata telah memperketat syarat gugatan terhadap presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Salah satu syaratnya, tak bisa sembarang orang atau pihak, menggugat aturan yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum itu.
Kedudukan hukumnya harus jelas. Tak bisa misalnya mahasiswa, melakukan gugatan untuk meminta penghapusan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Hal ini diungkapkan dua hakim konstitusi yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.
Kedua hakim itu diketahui memutuskan dissenting opinion atau berbeda pendapat, dari mayoritas hakim yang mengadili perkara terkait gugatan yang meminta penghapusan ambang batas minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya, yang jadi syarat pencalonan presiden dan wakil presiden di pilpres.
Soal syarat ketat kedudukan hukum penggugat presidential threshold, diungkap Anwar dan Daniel dalam alasan dissenting opinion keduanya.
"Bahwa berkenaan dengan pengujian norma Pasal 222 UU 7/2017 yang dimohonkan pengujian sebanyak 33 kali, Mahkamah pada pokoknya telah menegaskan bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma a quo adalah: (i) partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu; dan (ii) perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih dan didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden atau menyertakan partai politik pendukung untuk secara bersama-sama mengajukan permohonan," papar Anwar maupun Daniel, dalam putusan MK, dilihat Jumat, 3 Januari 2025.
Pendirian Mahkamah tersebut, lanjut keduanya, telah dituangkan dalam putusan-putusan sebelumnya. Antara lain, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/PUU-XVIII/2020, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 14 Januari 2021, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-XIX/2021, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 24 Februari 2022.