Ntvnews.id, Jakarta - Viral di media sosial video eksekusi ricuh terhadap 10 ruko di Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pemohon eksekusi lahan seluas 12.931 meter persegi yakni Andi Baso Matutu, bahkan dituding mafia tanah.
Pengacara Andi Baso Matutu, Hendra Karianga membantah kliennya merupakan mafia tanah.
"Klien kami bukan mafia tanah. Klien kami adalah pemilik tanah berdasarkan hak adat hak rincik Sulawesi Selatan," ujar Hendra kepada wartawan, Senin, 17 Februari 2025.
"Hak adat itu hak yang kuat seperti sertifikat, kedudukannya sama," imbuhnya.
Hendra lantas menuding balik, bahwa pihak yang menuduh kliennya mafia tanah ialah mafia tanah itu sendiri.
"Mereka-mereka yang menuding mafia tanah, ya sekiranya mereka itu yang mafia tanah," ucapnya.
Hendra menjelaskan maksud tudingannya itu. Hendra memaparkan, arti dari mafia tanah yang ia pahami ialah orang yang memperoleh hak secara tidak sah, secara melawan hukum dan menggunakan kekuasaan serta kekuatan untuk merampas hak atas tanah.
"(Sementara) Klien kami berjuang untuk mencari keadilan melalui pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung dalam putusan peninjauan kembali," tuturnya.
"Dengan demikian klien kami adalah pemilik sah atas tanah yang tereksekusi kemarin," imbuh Hendra.
Hendra menegaskan, bahwa eksekusi 10 ruko tersebut merupakan pelaksanaan atas putusan Pengadilan Negeri Makassar yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT). Sebab mengacu hasil putusan Pengadilan Negeri Makassar No.49/Pdt/2018/PN.Mks juncto Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 133/PDT/2019/PT MKS juncto Putusan Mahkamah Agungan dalam pemeriksaan Kasasi No. 2106 K/Pdt/2020 Juncto Putusan Peninjauan Kembali ke-1 No. 826 PK/Pdt/2021 juncto Putusan Peninjauan Kembali ke-2 No. 1133/PK/Pdt/2023.
"Pelaksanaan eksekusi terhadap objek tanah bangunan tersebut berdasarkan penetapan eksekusi Pengadilan Negeri Makassar No. 05 EKS/2021/PN.Mks jo. No.49/Pdt/2018/PN.Mks telah melalui prosedur hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
"Oleh karenanya harus dihormati semua pihak," imbuh Hendra.
Sebelum eksekusi, kata dia, sudah ada perlawanan dari pihak ketiga yang menguasai tanah dan bangunan. Setidaknya ada delapan gugatan terkait sengketa lahan dan bangunan tersebut.
"Semua perkara perlawanan pihak ketiga itu putusannya ditolak oleh Pengadilan Negeri Makassar," kata Hendra.
Begitu pula dengan banding pihak ketiga dalam perkara-perkara tersebut, yang kesemuanya ditolak oleh Pengadilan Tinggi Makassar. Pengadilan Tinggi Makassar justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Makassar.
Hendra menjelaskan, eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebagai upaya pengadilan mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bagi pencari keadilan.
"Juga untuk menjaga maruah pengadilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan untuk memperjuangkan hak-haknya," paparnya.
"Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap adalah wujud hukum yang melindungi rakyat dan merupakan eksistensi negara hukum," lanjut Hendra.
Pihaknya pun menyampaikan terima kasih kepada PN Makassar, Polri, Polda Sulawesi Selatan, Polrestabes Makassar, Polsek Panakkukang. Lalu TNI, Pangdam Hasanuddin, dan Komandan Kodim Makassar.
"Kemudian Pemerintah Kota Makassar, Camat Panakkukang, Lurah Sinrijala dan semua pihak lainnya kami ucapkan terima kasih," tandasnya.