Aturan Kemasan Rokok Polos Bakal Berdampak Terhadap Pekerja IHT

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Feb 2025, 17:30
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ilustrasi Tembakau Ilustrasi Tembakau (Indonesia.go.id)

Ntvnews.id, Jakarta - Usulan kebijakan terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa mencantumkan identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pendapatan pedagang di pasar. Pembuatan kebijakan ini dianggap penuh kontroversi dan sulit untuk diterapkan.

Ketua Umum DPP Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI), Suhendro, mengungkapkan bahwa kebijakan ini tidak hanya menyulitkan pelanggan setia dalam memilih produk, tetapi juga berdampak pada kesulitan pedagang dalam menjual rokok.

"Kemasan rokok tanpa identitas merek akan menyulitkan para pedagang dalam menjual rokok tersebut karena tidak ada identitas yang jelas. Padahal, konsumen rokok memiliki loyalitas terhadap merek-merek tertentu," ujarnya.

Regulasi yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini nantinya akan mengubah seluruh kemasan rokok yang beredar di pasaran menjadi seragam dalam hal bentuk, ukuran, desain, dan warna.

Ilustrasi Industri Hasil Tembakau <b>(Antara)</b> Ilustrasi Industri Hasil Tembakau (Antara)

Suhendro berpendapat bahwa kebijakan ini akan berdampak pada pendapatan pedagang pasar, yang sebagian di antaranya berasal dari penjualan rokok. Selain itu, kebijakan ini juga diprediksi akan mempengaruhi penerimaan negara dan perekonomian secara keseluruhan.

Pemerintah berisiko kehilangan pendapatan lebih dari Rp200 triliun dari cukai hasil tembakau (CHT), serta mengancam keberlangsungan lapangan pekerjaan. Industri tembakau sendiri telah menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja di Indonesia dan berperan dalam menjaga stabilitas penerimaan negara.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengusulkan aturan penyeragaman kemasan rokok dengan tujuan untuk menekan angka perokok. Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari berbagai pihak karena dinilai menghambat hak konsumen dalam mengakses informasi. Padahal, kemasan rokok merupakan media informasi yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Suhendro menilai bahwa daripada menerapkan kebijakan yang kontroversial dan ditentang oleh banyak pihak, pemerintah seharusnya lebih berfokus pada edukasi mengenai bahaya merokok kepada masyarakat. Menurutnya, upaya edukasi lebih efektif dalam menyampaikan informasi tentang dampak negatif rokok terhadap kesehatan.

Ilustrasi Tembakau <b>(Indonesia.go.id)</b> Ilustrasi Tembakau (Indonesia.go.id)

"Saya yakin bahwa Kemenkes punya banyak saluran media informasi dan juga banyak tangan, seperti Puskesmas, Posyandu, dan lain-lain," ujar Suhendro.

Bahkan, ia mengusulkan agar pasar rakyat dijadikan sebagai sarana sosialisasi dalam mengedukasi masyarakat mengenai dampak merokok. Berbagai media seperti poster, pamflet, dan alat komunikasi lainnya bisa dipasang di warung-warung untuk memperluas penyebaran informasi.

"Ini yang perlu digerakkan oleh pemerintah dalam membatasi penggunaan rokok, bukan melalui aturan yang malah merugikan para pedagang pasar," terangnya.

Selain itu, kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dinilai tidak sejalan dengan visi dan misi pemerintahan Prabowo dalam melindungi rakyat kecil, termasuk pedagang pasar. Mengingat Prabowo pernah menjabat sebagai ketua umum salah satu asosiasi pedagang pasar, kebijakan ini bertentangan dengan komitmen beliau dalam meningkatkan kesejahteraan pedagang pasar.

x|close