Ntvnews.id, Naypyidaw - Serangan udara yang dilakukan oleh junta militer Myanmar terhadap sebuah desa yang dikuasai oleh pejuang antikudeta menyebabkan sedikitnya 12 orang tewas. Seorang pejabat administratif setempat menyatakan bahwa serangan tersebut menargetkan wilayah sipil.
Dilansir dari AFP, Selasa, 18 Maret 2025, kudeta yang dilakukan oleh militer Myanmar pada 2021 telah memicu perang saudara yang berkepanjangan di negara tersebut. Para analis menyebut bahwa dalam menghadapi perlawanan, junta semakin sering menggunakan serangan udara untuk menyerang warga sipil.
Serangan yang terjadi pada Jumat, 14 Maret 2025 sore menghantam Desa Letpanhla, sekitar 60 km di utara Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. Desa yang terletak di kotapraja Singu tersebut berada di bawah kendali Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), kelompok gerilyawan yang menentang junta.
PDF mulai mengangkat senjata setelah militer menggulingkan pemerintahan sipil empat tahun lalu. Serangan udara tersebut terjadi di area yang ramai.
Baca Juga: Malaysia Usir 300 Imigran Gelap Myanmar Sekaligus
"Banyak orang terbunuh karena bom dijatuhkan di tempat yang padat. Serangan terjadi saat warga sedang pergi ke pasar. Saat ini kami sedang mendata korban dan sejauh ini tercatat 12 orang tewas," ujar seorang pejabat administratif setempat yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pihak junta belum memberikan tanggapan terkait serangan ini, dan AFP belum dapat memverifikasi jumlah korban secara independen. Sementara itu, unit PDF setempat melaporkan adanya 27 korban jiwa.
Salah seorang saksi mata, Myint Soe (62), mengisahkan bahwa dirinya berusaha mencari perlindungan ketika pesawat tempur datang untuk melakukan serangan. Setelah serangan berakhir, ia melihat sejumlah bangunan, termasuk rumah dan restoran, terbakar. Sejumlah orang, baik berpakaian sipil maupun berseragam kamuflase, terlihat berusaha memadamkan api dengan air.
"Saya mendengar suara ledakan keras saat sedang bersembunyi. Ketika keluar dan melihat ke arah pasar, saya melihat tempat itu dalam keadaan terbakar," kata Myint.
Seorang anak yang mengalami luka di kepala dan tak sadarkan diri terlihat dimasukkan ke dalam ambulans oleh seorang pria yang mengenakan seragam dengan lambang PDF. Sementara itu, beberapa orang yang berada di lokasi hanya bisa meratapi kejadian tersebut sambil menatap langit.
Baca Juga: Menang Lawan Myanmar, Shin Tae-yong Apresiasi Kerja Keras Timnas Indonesia
Saat ini, Myanmar berada di bawah kendali pasukan junta, kelompok etnis bersenjata, dan pejuang antikudeta. Organisasi nirlaba Armed Conflict Location and Event Data (ACLED) melaporkan bahwa jumlah serangan udara yang menargetkan warga sipil terus meningkat selama perang saudara berlangsung.
Pada tahun 2024 saja, tercatat hampir 800 serangan udara, angka yang meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. ACLED memperkirakan bahwa junta akan semakin mengandalkan serangan udara karena mendapat tekanan militer yang semakin besar di darat.
"Militer akan terus melakukan serangan udara tanpa pandang bulu terhadap wilayah berpenduduk sipil sebagai upaya untuk melemahkan basis dukungan oposisi dan menghancurkan moral mereka," kata organisasi tersebut pada bulan Desember.
Serangan yang dilakukan oleh aliansi kelompok etnis bersenjata di akhir tahun 2023 menyebabkan junta kehilangan banyak wilayah strategis. Namun, para analis menilai bahwa angkatan udara Myanmar—yang mendapat dukungan teknis dari Rusia—menjadi faktor utama dalam mempertahankan kekuatan junta terhadap musuh-musuhnya, yang sebagian besar bermarkas di wilayah perbatasan.
Saat ini, lebih dari 3,5 juta warga Myanmar telah mengungsi, sementara setengah dari populasi negara itu hidup dalam kemiskinan akibat konflik yang berkepanjangan.