Tim Advokasi Untuk Demokrasi Bela Aktivis yang Dilaporkan Usai Protes RUU TNI di Hotel

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Mar 2025, 18:15
thumbnail-author
Alber Laia
Penulis
thumbnail-author
Marco Tampubolon
Editor
Bagikan
Anggota Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), Arif Maulana (kanan) saat ditemui di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025). Anggota Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), Arif Maulana (kanan) saat ditemui di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menilai laporan yang dilayangkan terhadap Andrie Yunus dan Javier Pandin ke Polda Metro Jaya terkait dugaan kericuhan dalam rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat.

"Ini dugaan kuatnya adalah bentuk kriminalisasi terhadap kemerdekaan berpendapat berekspresi, hak politik masyarakat untuk kemudian berpartisipasi, mengawasi jalannya penyusunan regulasi, khususnya Revisi Undang-Undang TNI," kata Anggota TAUD, Arif Maulana di Polda Metro Jaya, pada Selasa, 18 Maret 2025.

Baca Juga: Polisi Sebut Ada 2 Barang Bukti di Laporan Kericuhan Rapat RUU TNI

Arif menegaskan bahwa laporan pidana yang diajukan oleh sekuriti Hotel Fairmont, tempat rapat berlangsung, merupakan tindakan yang keliru dan tidak berdasar hukum.

Menurutnya, laporan ini bisa dikategorikan sebagai "strategic lawsuit against public participation" (SLAPP), yaitu upaya membungkam partisipasi publik dalam proses pembentukan kebijakan.

Tiga aktivis dari koalisi masyarakat sipil untuk sektor keamanan mendatangi ruang rapat Panja Revisi Undang-Undang (UU) TNI di Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel <b>(Tangkapan Layar)</b> Tiga aktivis dari koalisi masyarakat sipil untuk sektor keamanan mendatangi ruang rapat Panja Revisi Undang-Undang (UU) TNI di Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel (Tangkapan Layar)

TAUD juga menyoroti bahwa tindakan yang dilakukan oleh Andrie Yunus dan Javier Pandin adalah bentuk ekspresi politik yang dijamin oleh konstitusi.

"Pertama, menyampaikan ekspresi politik adalah hak konstitusional warga negara dan itu bukan kejahatan dan yang dilakukan oleh klien kami, Andrie dan juga Javier, adalah dalam rangka menggunakan haknya sebagai warga negara," jelas Arif.

Ia menambahkan bahwa proses revisi UU TNI yang sedang berlangsung dianggap tidak demokratis karena dilakukan secara tertutup dan minim partisipasi publik.

Bahkan, Arif mencurigai adanya agenda tersembunyi dalam revisi tersebut yang berpotensi mengembalikan dwifungsi militer.

Sementara itu, Polda Metro Jaya telah menerima laporan terkait dugaan kericuhan dalam rapat pembahasan RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, pada Sabtu, 15 Maret 2025.

"Benar Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi di Jakarta, pada Minggu, 16 Maret 2025.

Pelapor berinisial RYR yang merupakan sekuriti Hotel Fairmont menyatakan bahwa sekitar pukul 18.00 WIB, tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke hotel dan melakukan aksi protes di depan pintu ruang rapat. Mereka berteriak meminta agar rapat dihentikan karena dilakukan secara tertutup dan tanpa transparansi publik.

(Sumber: Antara)

x|close