Ntvnews.id, Jakarta - Forum Komunikasi dan Advokasi Komunitas Flobamora (FKKF) Jakarta menyampaikan apresiasinya terhadap Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melkiades Laka Lena, yang merespons tuntutan masyarakat Flores dan Gereja se-Keuskupan Agung Ende dengan membuka opsi untuk meninjau ulang proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (geotermal) di wilayah tersebut.
Proyek geotermal yang telah menuai banyak kritik dari awal pelaksanaannya itu dinilai memiliki banyak kekurangan, bahkan menimbulkan keresahan dan dampak negatif di beberapa lokasi seperti Poco Leok di Manggarai dan Mataloko di Ngada.
Dalam kunjungan ke Wisma Keuskupan Agung Ende di Ndona pada Jumat, 4 April 2025, Gubernur Melkiades menyampaikan komitmennya untuk mengevaluasi kembali proyek tersebut. Ia menyebutkan bahwa proyek tersebut sebaiknya tidak diteruskan di NTT, khususnya di wilayah Flores.
“Dalam pertemuan ini kami membahas berbagai isu Pembangunan di NTT, khususnya di kabupaten Ende, termasuk keberatan dari para uskup se-Nusa Tenggara (Denpasar, Labuan Bajo, Ruteng, Ende, Maumere, dan Larantuka), terkait proyek geothermal," tulis Melki dalam unggahan di akun Instagram pribadinya @melkilakalena.official, dikutip Rabu, 9 April 2025.
“Terkait Pembangunan geothermal yang kami diskusikan hari ini, kami menyadari banyak kekurangan karena sejak awal didesaian kurang baik,” lanjutnya.
View this post on Instagram
Ia juga menegaskan bahwa semua pihak terkait akan dipanggil guna membenahi proyek yang sudah berjalan.
“Geothermal yang sudah berjalan agar dibenahi dan diperbaiki. Semua yang akan dibangun disepakati di-pending dulu. Pembangunan geothermal harus aman. Jika tidak aman … sebaiknya tidak ada geothermal di wilayah ini,” tulis Melki.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum FKKF Jakarta, Marsellinus Ado Wawo SH, menyatakan bahwa sikap Gubernur NTT menunjukkan keterbukaan terhadap aspirasi warga Flores dan Gereja Katolik Nusa Tenggara yang meminta agar proyek dihentikan karena dianggap membawa lebih banyak mudarat daripada manfaat.
Menurut Marsel, proyek ini tidak hanya menimbulkan keresahan sosial, tetapi juga berdampak buruk terhadap lingkungan.
“Ada peristiwa, tanah di tengah kampung di wilayah selatan Ngada, terbelah. Patut diduga, kejadian ini erat kaitannya dengan eksplorasi di lokasi sumber panas bumi, yang berdekatan dengan kampung tersebut,” kata Marsel.
FKKF juga menekankan bahwa pemerintah di semua level seharusnya memprioritaskan kebutuhan dasar masyarakat, seperti ketahanan pangan melalui pengembangan lahan pertanian produktif, ketimbang mengejar proyek energi yang menimbulkan risiko besar. Alternatif energi lain seperti tenaga surya, angin, biomassa, dan sumber terbarukan lainnya dinilai lebih layak dikembangkan.
Marsel menggarisbawahi bahwa kebutuhan pangan adalah yang paling utama.
“Kita butuh nasi, ubi-ubian, kelapa, kopi, cengkeh dan produk pangan lainnya. Apabila ketiadaan sumber pangan, bagaimana masyarakat bisa membeli kebutuhan sekunder dan tersier lainnya,” katanya.
Ia juga mengutip nilai spiritual dari pentingnya tanah bagi kehidupan manusia.
“Bagaimana jadinya apabila masyarakat kehilangan tanahnya. Dengan sendirinya masyarakat akan kehilangan daya cipta untuk melanjutkan karya penciptaan Tuhan,” ujarnya.
FKKF Jakarta menilai bahwa langkah Gubernur Melki tersebut mencerminkan keberpihakan terhadap kepentingan rakyat, keberanian dalam mengoreksi kebijakan pembangunan, serta kesungguhan dalam menjaga lingkungan hidup. FKKF pun mendesak agar semua pihak terkait proyek geotermal bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang telah dialami warga di sekitar lokasi proyek.