Ntvnews.id, Jakarta - Empat hakim ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung) karena diduga menerima suap dalam memutus perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI lantas mendorong reformasi lembaga peradilan secara menyeluruh.
"Sudah saatnya lembaga kehakiman direformasi secara keseluruhan," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, Selasa, 15 April 2025.
Sahroni pun endesak pihak yang terlibat ditindak tegas. Komisi III akan mendukung instansi penegak hukum memberantas mafia peradilan.
"Saya minta kejaksaan untuk jerat semua yang terlibat, pidanakan, dan jangan ragu untuk ungkap semua. Kami di Komisi III akan back up penuh," kata Sahroni.
Ia mengaku miris dengan kasus suap tersebut. Sebab hal itu sangat merusak lembaga peradilan.
"Saya miris sekali melihat carut marut lembaga kehakiman kita yang ramai diisi kasus korupsi. Keberadaan mafia peradilan ini sudah sangat merusak," tuturnya.
Sahroni juga meminta Mahkamah Agung (MA) memperketat pengawasan internal. Itu dilakukan guna menindak hakim-hakim nakal.
"Buat mekanisme untuk memastikan tidak ada aliran-aliran dana mencurigakan, apalagi antarhakim. Tidak menutup kemungkinan uang haram dari suap ini juga mengalir ke pejabat yang lebih tinggi, seperti kasus Zarof Ricar kemarin. Jadi ada komplotannya," paparnya.
Sebelumnya, empat hakim ditangkap dan ditahan oleh Kejagung terkait kasus suap dalam perkara korupsi ekspor CPO. Perkara itu divonis lepas oleh majelis hakim yang mengadili.
Padahal, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp937 miliar kepada terdakwa korporasi, yakni Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp11,8 triliun dan uang pengganti sebesar Rp4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
Belakangan putusan onslag atau lepas dari tuntutan hukum tersebut, dijatuhkan karena majelis hakim diduga menerima suap. Total suap yang diberikan sebesar Rp60 miliar. Kasus ini bisa terungkap setelah adanya pengembangan dari kasus suap Ronald Tannur.
Total tujuh orang ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Selain empat hakim, dua pengacara terdakwa korporasi yakni Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, turut ditetapkan tersangka.