Ntvnews.id, Naypyidaw - Sebuah serangan udara yang dilakukan oleh junta militer Myanmar menghantam sebuah sekolah di salah satu desa. Peristiwa tragis ini menewaskan sedikitnya 22 orang, yang sebagian besar merupakan anak-anak, dalam serangan terbaru yang dilancarkan militer.
Dilansir dari AFP, Rabu, 14 Mei 2025, Serangan tersebut terjadi saat sedang berlangsungnya gencatan senjata kemanusiaan, yang bertujuan untuk membantu proses pemulihan Myanmar setelah gempa besar yang mengguncang wilayah tersebut pada bulan Maret lalu.
Menurut laporan sejumlah warga setempat yang menjadi saksi mata, serangan udara menargetkan sekolah di desa Oe Htein Kwin. Desa ini berada sekitar 100 kilometer barat laut dari pusat gempa pada 28 Maret. Serangan terjadi pada Senin, 12 Mei 2025 pagi, sekitar pukul 10.00 waktu setempat.
"Untuk saat ini, total 22 orang, 20 anak-anak dan dua guru telah tewas," ujar seorang guru berusia 34 tahun dari sekolah tersebut yang enggan disebutkan namanya.
Baca Juga: Total Korban Tewas Gempa Dahsyat Myanmar: 3.600 Orang
"Kami berusaha untuk membubarkan anak-anak, tetapi pesawat tempur itu terlalu cepat dan menjatuhkan bom," lanjutnya.
Seorang pejabat pendidikan dari daerah di wilayah Sagaing mengonfirmasi jumlah korban jiwa akibat serangan tersebut.
Foto-foto dari tempat kejadian menunjukkan bangunan sekolah berwarna hijau muda tersebut telah hancur menjadi puing-puing pada Senin, 12 Mei 2025 sore Atap logam bangunan tampak ambruk, dan beberapa dinding bata berlubang akibat ledakan.
Di halaman sekolah, lebih dari selusin tas dan buku tampak menumpuk di depan tiang bendera Myanmar. Sementara itu, sejumlah orang tua terlihat menggali dan merapikan makam kecil di tanah yang keras tempat di mana mereka menguburkan anak-anak mereka yang dibungkus kafan.
Baca Juga: Tim Indonesia Berhasil Evakuasi 5 WNI Terdampak Bencana Gempa Myanmar, Termasuk Kelompok Rentan
Dalam pernyataannya, tim informasi junta militer Myanmar menolak laporan tersebut dan menyebutnya sebagai "berita palsu".
"Tidak ada serangan udara terhadap target-target nonmiliter," tegas pihak militer.
Myanmar masih berada dalam situasi konflik berkepanjangan sejak kudeta militer menggulingkan pemerintahan sipil pada 2021. Sejak saat itu, militer menghadapi tekanan berat dari kelompok-kelompok gerilyawan anti-kudeta dan milisi etnis bersenjata yang semakin aktif.
Untuk mendukung upaya pemulihan pascagempa Magnitudo 7,7 yang melanda wilayah tengah negara itu dan menewaskan hampir 3.800 orang, junta sempat menyatakan gencatan senjata selama satu bulan demi proses rehabilitasi dan pembangunan kembali.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyatakan keprihatinan mendalam atas laporan serangan terhadap sekolah tersebut.
"Sekolah harus tetap menjadi area tempat anak-anak memiliki tempat belajar yang aman dan tidak dibom," tegas Guterres melalui pernyataan yang disampaikan oleh juru bicaranya kepada awak media di New York.