Ntvnews.id, Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atau yang akrab disapa Demul, baru-baru ini mengungkapkan alasan di balik kebijakan larangan wisuda bagi siswa sekolah mulai jenjang usia dini hingga menengah atas.
Kebijakan tersebut, yang menjadi perhatian publik, bertujuan untuk mengurangi keterlibatan masyarakat Jawa Barat dalam jeratan pinjaman online (pinjol).
Baca Juga: Tanggapan Raffi Ahmad Usai Nagita Slavina Dilaporkan Rafathar ke KDM
Dalam kunjungannya ke SMAN 2 Purwakarta bersama Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, Dedi menjelaskan bahwa kegiatan yang sering dianggap sebagai rutinitas penting ini ternyata turut berperan dalam meningkatkan konsumsi pinjaman online.
"Kan problem utama kenapa saya menghentikan kegiatan wisuda, studi tur, perpisahan, saya itu lagi nurunin pinjaman online. Karena Jawa Barat itu ranking tertinggi pinjol itu salah satunya konsumsinya adalah konsumsi kegiatan untuk anak-anaknya," katanya.
Menurut Dedi, kecenderungan anak-anak yang ingin memenuhi keinginan mereka, seperti menggunakan ponsel terbaru atau mengikuti kegiatan sekolah yang tidak selalu mendukung proses belajar mengajar, mendorong orang tua untuk mencari cara cepat dan mudah. Akibatnya, banyak yang beralih ke pinjaman online sebagai solusi finansial, meskipun ekonomi mereka tidak mendukung.
Berdasarkan data Bappeda Jawa Barat, pada tahun 2024, total utang pinjol di Jawa Barat mencapai angka fantastis, yakni Rp18,6 triliun. Bahkan, lebih dari 5 juta rekening aktif tercatat sebagai penerima pinjaman. Menurut Dedi, hal ini menunjukkan bahwa masalah pinjol telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di wilayah tersebut.
Dedi juga menyebutkan sebuah budaya yang telah mendarah daging di masyarakat Jawa Barat, yakni kebiasaan berutang demi tampak kaya.
"Nah ini PR bagi seorang gubernur yang kayak Bu Menteri sampaikan tadi harus punya tangan yang kokoh untuk segera mengubah paradigma yang orang Jawa Barat itu sudah lama terbiasa, sebuah kebudayaan "kajenting tekor asal sohor". Artinya walaupun dia berutang yang penting di luar kelihatan kaya," katanya.
Sebagai Gubernur, Dedi menekankan perlunya perubahan paradigma masyarakat untuk tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang berbasis utang. Bersama jajaran pemerintah daerah, ia mengusung kebijakan larangan wisuda, studi tur, dan perpisahan sekolah sebagai langkah konkret untuk mengurangi maraknya "jalan pintas" finansial ini.
Selain kebijakan terkait kegiatan sekolah, Dedi juga memberikan dukungan terhadap regulasi pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Tunas, yang bertujuan mengawasi konten negatif yang dapat diakses oleh anak-anak di bawah 18 tahun. Menurutnya, langkah ini menjadi bagian penting dalam upaya menekan praktik pinjaman online dan perjudian online yang banyak melibatkan anak muda.
"Kalau hanya pendekatannya, kita pendekatan dengan pola pendidikan, kemudian pola pelatihan, menghentikan remaja dari kegiatan menggunakan dan kecanduan game online, itu kan tidak akan selesai. Saya berpikir harus ada hulunya yang sebenarnya dibenahi. Maka PP ini sebenarnya hulu dari seluruh pembenahan penggunaan media sosial," katanya.
Sumber: Antara