Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi mencekal tiga mantan staf khusus eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim berinisial FH, JT, dan IA agar tak bisa meninggalkan Indonesia.
Langkah pencekalan ini terkait dengan proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek yang terjadi pada periode 2019 hingga 2022.
"Per tanggal 4 Juni 2025, penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah meminta untuk dilakukan pencegahan dan itu (tiga mantan stafsus) sudah ditetapkan sebagai orang yang dicegah," tegas Harli Siregar, Kapuspenkum Kejagung, pada Kamis, 5 Juni 2025, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Harli mengungkapkan, pencekalan dilakukan karena ketiga mantan stafsus itu mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik.
"Sudah dijadwalkan, tetapi tiga orang ini tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwalkan kemarin dan 2 hari yang lalu," katanya.
Baca juga: Pembacokan Staf Kejagung di Depok Tak Terkait Kasus
Karena itu, penyidik menjatuhkan pencekalan terhadap ketiga mantan stafsus tersebut agar mereka bisa dimintai keterangan lebih lanjut.
Kapuspenkum menambahkan, penyidik berencana kembali memanggil FH, JT, dan IA guna menjalani pemeriksaan terkait dugaan keterlibatan mereka dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook ini.
"Mungkin pada pekan depan. Akan kami update lagi," tuturnya.
Penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) diketahui telah menggeledah apartemen milik tiga mantan stafsus Nadiem Makarim—FH, JT, dan IA—pada 21 dan 23 Mei 2025.
Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik serta dokumen-dokumen penting yang diduga berkaitan dengan perkara.
Saat ini, Kejagung tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam pengadaan perangkat digital pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek, yang berlangsung pada periode 2019 hingga 2022.
Baca juga: Kejagung Beberkan Alasan di Balik Pemeriksaan Dirut Sritex Iwan Lukminto
Penyidik mendalami indikasi adanya pemufakatan jahat oleh sejumlah pihak yang diduga mengarahkan tim teknis untuk menyusun kajian teknis terkait pengadaan bantuan perangkat pendidikan teknologi pada tahun 2020.
"Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome," jelasnya.
Padahal, menurutnya, penggunaan Chromebook sebenarnya bukan merupakan kebutuhan mendesak. Hal ini merujuk pada uji coba 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbudristek pada 2019 yang hasilnya dinilai tidak efektif.
Berdasarkan temuan tersebut, tim teknis awalnya merekomendasikan spesifikasi perangkat dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek justru mengganti hasil kajian tersebut dengan kajian baru yang menyarankan penggunaan sistem operasi Chrome.
Dari sisi anggaran, Kapuspenkum menyebutkan bahwa proyek pengadaan ini menelan biaya fantastis, yakni sebesar Rp9,982 triliun.
Anggaran tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun yang bersumber dari dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari dana alokasi khusus (DAK).
(Sumber: Antara)