Korut Pelajari Serangan Israel ke Iran

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Jun 2025, 07:15
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. (Telegraph)

Ntvnews.id,Pyongyang - Korea Utara mengecam keras serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran, menilainya sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara dan prinsip-prinsip Piagam PBB.

“Komunitas internasional yang adil harus bersuara menolak dan mengutuk keras tindakan agresif Amerika Serikat dan Israel,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Korea Utara, seperti dikutip kantor berita Yonhap.

Sebelumnya, Pyongyang juga telah menyebut serangan rudal Israel ke wilayah Iran sebagai “tindakan biadab”.

Hubungan Dekat Korea Utara–Iran

Korea Utara, yang memiliki senjata nuklir, menjalin kemitraan erat dengan Iran selama bertahun-tahun. Keduanya diduga telah lama bekerja sama dalam bidang militer, khususnya dalam pengembangan teknologi rudal balistik.

Para ilmuwan Iran disebut berhasil memanfaatkan teknologi dari kolaborasi tersebut untuk mengembangkan kemampuan militer mereka.

Baca Juga: Media Korea Selatan Sebut Kim Jong Un Ubanan Parah karena Stres Gagal Luncurkan Kapal Perang

Sekitar 20 tahun lalu, Korea Utara mulai mengirim para insinyur terowongan bawah tanah ke Iran. Keahlian mereka berasal dari pengalaman semasa Perang Korea, saat Pyongyang membangun infrastruktur militer bawah tanah guna menghindari deteksi dan serangan musuh.

Kini, menyusul penggunaan bom penghancur bunker GBU-57 oleh AS dalam Operasi Midnight Hammer terhadap fasilitas bawah tanah Fordow milik Iran, Korea Utara diyakini sedang mengevaluasi efektivitas struktur perlindungan mereka sendiri.

“Mereka jelas mengamati perkembangan ini dengan sangat saksama,” ujar Chun In-bum, mantan letjen Angkatan Darat Korea Selatan yang kini menjadi peneliti senior di National Institute for Deterrence Studies.

Menurut Chun, insiden di Iran akan mendorong Pyongyang untuk mempercepat penguatan persenjataan nuklir dan memperkuat lokasi penyimpanannya. Ia juga memperkirakan Korea Utara akan menambah sistem pertahanan udara dan mempersiapkan skenario balasan terhadap serangan.

Peluang Dialog Dinilai Tipis

Saat ditanya apakah serangan terhadap Iran bisa mendorong Korea Utara kembali ke meja perundingan, Chun menjawab dengan tegas bahwa hal itu tidak akan terjadi. “Itu bukan karakter mereka,” katanya.

Namun, ia mengakui bahwa Korea Utara kemungkinan terkejut dengan respons militer tegas yang ditunjukkan Presiden Donald Trump.

“Ini adalah wajah Amerika yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dan Korea Utara tentu tidak menyangka,” katanya.

“Prioritas utama Pyongyang sekarang adalah memastikan mereka tidak mengalami hal serupa, dengan mempercepat program nuklir mereka.” sambungnya.

Baca Juga: Kim Jong Un Hukum Dokter Aborsi Gegara Hal Ini

Leif-Eric Easley, pengamat studi internasional dari Universitas Ewha Womans, Seoul, mengatakan bahwa Korea Utara menyadari bahwa situasinya berbeda dari Iran, baik secara geopolitik, dukungan dari sekutu, maupun tingkat kemajuan program nuklir.

“Korea Utara sudah memiliki sistem peluncur untuk senjata nuklir, termasuk ICBM, dan dapat mengancam daratan AS,” kata Easley.

“Sementara itu, Korea Selatan berada dalam jangkauan langsung berbagai jenis rudal mereka.” sambungnya.

Dalam kasus Iran, Israel memanfaatkan keunggulan intelijen dan teknologi untuk melumpuhkan sistem pertahanan serta menyerang tokoh kunci dan instalasi penting, termasuk sistem pertahanan udara.

“Korea Utara akan belajar dari kegagalan Iran. Korea Selatan cenderung lebih berhati-hati dibanding Israel, dan posisi Cina serta Rusia jauh lebih kuat dalam mendukung Korea Utara dibanding dukungan yang dimiliki Iran saat ini,” ujar Easley.

Sinergi Rusia, Iran, dan Korea Utara

Easley juga menambahkan bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un kemungkinan akan semakin mengandalkan aliansinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin demi mendapatkan akses ke teknologi militer terbaru dalam jumlah besar untuk mempertahankan kekuasaan.

“Tak heran jika Rusia langsung menyambut Menteri Luar Negeri Iran tak lama setelah serangan AS, dan Presiden Putin mengutus Sergei Shoigu bertemu Kim Jong Un bersamaan dengan berlangsungnya KTT G7 di Kanada,” katanya.

“Koordinasi antara Rusia, Iran, dan Korea Utara memperlihatkan bahwa dinamika keamanan global kini saling terhubung lintas kawasan.”

Meski begitu, Chun menegaskan bahwa prioritas Kim Jong Un tetaplah kelangsungan kekuasaannya dan keberlanjutan dinasti komunis satu-satunya di dunia.

Kim disebut sangat terkejut saat Presiden Trump mengisyaratkan bahwa AS mengetahui keberadaan Ayatollah Ali Khamenei dan mendukung upaya penggantian rezim di Iran.

“Kim kini sangat memperketat keamanan dirinya terhadap ancaman pembunuhan politik, dengan menjaga kerahasiaan mutlak terkait lokasi dan pergerakannya,” ujar Chun.

“Saya yakin Kim akan terus menjaga kerahasiaan itu dan memastikan hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaannya.”

x|close