Ntvnews.id, Moskow - Rusia menolak ultimatum 50 hari yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait persetujuan gencatan senjata di Ukraina, serta menepis ancaman berupa “tarif sangat tinggi” yang dianggap tidak dapat diterima.
Dilansir dari AFP, Kamis, 17 Juli 2025, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov, menekankan bahwa Moskow tetap mendukung penyelesaian konflik Ukraina melalui jalur diplomasi dan menyatakan kesiapan untuk melakukan negosiasi.
"Namun, jika hal ini tidak mendapat respons yang tepat, jika kami tidak dapat mencapai tujuan yang kami tetapkan melalui diplomasi, maka operasi militer khusus akan terus berlanjut," ujar Ryabkov.
Baca Juga: Korea Utara dan Rusia Buka Jalur Penerbangan Langsung Pyongyang-Moskow
Ia juga menyatakan bahwa sikap Moskow tetap teguh dan berharap pihak Washington beserta NATO dapat menanggapi situasi ini dengan serius.
Pada hari yang sama, Trump membantah tuduhan bahwa dirinya mendorong Kiev untuk melakukan serangan mendalam ke wilayah Rusia. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak memihak dalam konflik ini dan menyarankan agar Ukraina tidak meluncurkan serangan ke Moskow menggunakan senjata jarak jauh.
Sehari sebelumnya, Trump menyampaikan di Ruang Oval bahwa AS akan menyalurkan persenjataan kepada Ukraina melalui NATO, dan memperingatkan bahwa Rusia akan dikenakan tarif sangat tinggi jika dalam 50 hari ke depan kesepakatan gencatan senjata tidak tercapai.
Baca Juga: Ratusan Drone Rusia Serang Ukraina Usai Trump Bekelakar
Trump menambahkan bahwa beberapa sistem pertahanan rudal Patriot kemungkinan akan segera dikirimkan ke Ukraina dalam waktu dekat. Menanggapi hal ini, Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam pengiriman senjata tersebut dan menilai bahwa langkah itu menunjukkan ketidaktertarikan negara-negara NATO terhadap solusi damai.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyatakan bahwa rujukan Trump terhadap tarif sekunder sebesar 100 persen sesungguhnya mengarah pada sanksi ekonomi.
Di sisi lain, parlemen Ukraina pada Selasa memutuskan untuk memperpanjang status darurat perang dan mobilisasi militer selama 90 hari ke depan, hingga 5 November.
Dalam perkembangan terpisah, parlemen Rusia menyetujui penarikan sementara dari Konvensi Ottawa, yakni perjanjian internasional yang melarang penggunaan ranjau darat antipersonel.