Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pembagian kuota haji tambahan pada tahun 2024 tidak sejalan dengan tujuan awal Presiden Joko Widodo saat meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Arab Saudi.
"Kalau berdasarkan niat awal dari Presiden datang ke sana (Arab Saudi) meminta kuota, niat awal dan alasannya itu untuk memperpendek waktu tunggu para jemaah haji yang reguler," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
Asep menjelaskan bahwa pada masa kepemimpinannya, Presiden Jokowi meminta tambahan kuota haji untuk memangkas masa tunggu jemaah haji reguler yang telah mencapai lebih dari 15 tahun.
"Akan tetapi, yang terjadi tidak demikian gitu ya. Akhirnya dibagi menjadi 50 persen, 50 persen, gitu. Itu sudah jauh menyimpang dari niatan awal," ujarnya.
Baca Juga: KPK Juga Cekal Eks Stafsus Menag dan Pemilik Maktour
Menurut Asep, pembagian 20.000 kuota tambahan tersebut juga bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota haji reguler sebesar 92 persen dan haji khusus sebesar 8 persen.
"Jadi, kira-kira 8 persen itu, 8 per seratus kali 20.000, ya 1.600 kuota (haji khusus, red.), dan yang kuota regulernya berarti 18.400. Harusnya seperti itu," jelasnya.
Kasus ini merupakan bagian dari penyidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024, yang diumumkan KPK pada 9 Agustus 2025. Pengumuman itu disampaikan setelah pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan hasil penghitungan awal yang menyebutkan kerugian negara dalam perkara ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Di hari yang sama, KPK mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri bagi tiga orang, yaitu mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menag Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour Fuad Hasan Masyhur.
Selain penyidikan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan dugaan kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Salah satunya terkait pembagian kuota tambahan 20.000 yang dilakukan secara merata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pola pembagian tersebut dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, yang menetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen dan kuota haji reguler sebesar 92 persen.
(Sumber : Antara)