Ntvnews.id, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai rencana perdamaian di Gaza yang diajukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berisi 20 poin yang tidak sesuai dengan kehendak masyarakat Palestina.
Dalam seminar daring yang digelar di Jakarta, Selasa, Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Nostalgiawan Wahyudi, membahas sejumlah poin yang menurutnya berbeda dengan proposal yang sebelumnya disepakati bersama negara-negara Arab dan Islam saat bertemu Presiden Trump.
“Pembuatan plan ini tidak mengakuisisi, tidak menerima, tidak melibatkan masyarakat Palestina dan aspirasi masyarakat Palestina itu sendiri. Sehingga ini didesain dari luar tanpa sesuai dengan kehendak masyarakat Palestina,” jelas Nostalgiawan.
Nostalgiawan menyoroti penarikan pasukan Israel yang menurut rencana Trump dilakukan secara bertahap. Namun, pada saat yang sama, rencana tersebut juga mencakup pelucutan senjata Hamas secara 100 persen dan penghancuran terowongan-terowongan yang menjadi tempat perlindungan serta produksi senjata Hamas.
Baca Juga: Trump Desak Demokrat Setujui RUU Pendanaan untuk Akhiri Penutupan Pemerintahan
Selain itu, rencana itu menghapus pengakuan Qatar sebagai mediator perdamaian di Gaza, sehingga negara-negara Arab tersingkir dari proses perdamaian dan digantikan oleh Trump.
“Ketika pemerintahan Gaza itu sudah kosong, jadi mereka nanti dikeluarkan, dalam statuta awal, negara-negara Timur Tengah dan Amerika menjadi pihak yang akan berkolaborasi untuk memimpin Gaza. Namun oleh Netanyahu dicatut. Jadi pihak yang menjadi pemimpin dari Gaza itu adalah Tony Blair (Mantan PM Inggris) dan juga Trump,” ujar Nostalgiawan.
Peneliti BRIN ini juga menyoroti penghapusan istilah “deradikalisasi” yang diganti dengan penyelarasan pola pikir dan narasi, serta penggantian kata “warga Palestina” menjadi penduduk Gaza.
Nostalgiawan menilai rencana Trump tidak menjamin kemerdekaan Palestina, karena pembentukan negara Palestina akan diberikan secara bertahap jika wilayah yang diduduki Israel dianggap siap menjadi negara.
Baca Juga: Trump Kerahkan 400 Anggota Garda Nasional Texas ke Illinois dan Oregon
“Upaya-upaya ini sebetulnya tidak lebih dari cara Amerika dan Israel sedikit bergeser dari arus utama pengakuan negara Palestina atau kemerdekaan Palestina yang dilakukan di PBB. Jadi hanya semacam untuk memanipulasi atau membendung narasi-narasi yang selama ini menjadi arus kuat,” katanya.
Rencana perdamaian Trump diumumkan pada Senin, 29 September 2025 setelah pertemuannya dengan Pemimpin Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Dokumen 20 poin itu mencakup kesepakatan gencatan senjata dengan pertukaran sandera, penarikan pasukan Israel secara bertahap, demiliterisasi Gaza, pengawasan internasional atas rekonstruksi dan tata kelola pasca-konflik, serta tidak melibatkan Hamas dalam struktur pemerintahan.
Sumber: ANTARA