BRIN Dorong Indonesia Perkuat Diplomasi Kemanusiaan untuk Gaza

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 7 Okt 2025, 16:58
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Tangkapan layar Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Nostalgiawan Wahyudi (dua kiri) dalam seminar “Refleksi Dua Tahun Serangan Israel-Hamas” yang disaksikan secara daring di Jakarta, Selasa (7/10/2025). Tangkapan layar Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Nostalgiawan Wahyudi (dua kiri) dalam seminar “Refleksi Dua Tahun Serangan Israel-Hamas” yang disaksikan secara daring di Jakarta, Selasa (7/10/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai bahwa Indonesia perlu menginisiasi dan memperkuat diplomasi kemanusiaan (humanitarian diplomacy) agar bantuan untuk masyarakat Gaza dapat tersalurkan secara efektif.

“Pasukan kemanusiaan, organisasi kemanusiaan yang ingin mengantarkan makanan misalnya di Gaza atau di Gaza melalui Mesir ataupun melalui Yordania tetap membutuhkan peran negara,” ujar Peneliti Pusat Riset Politik BRIN Nostalgiawan Wahyudi dalam seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, saat ini ribuan hingga puluhan ribu truk pembawa bantuan masih tertahan di perbatasan karena blokade Israel. Truk-truk tersebut, kata Nostalgiawan, menumpuk di perlintasan antara Palestina dengan Yordania dan Mesir tanpa bisa menembus wilayah Gaza.

Karena itu, ia menegaskan pentingnya diplomasi kemanusiaan untuk memastikan bantuan dapat masuk ke wilayah konflik, termasuk jika hal serupa terjadi di kawasan lain.

“Bantuan kemanusiaan selalu berhadapan pertama dengan negara, batas wilayah negara tempat orang lain dan juga batas wilayah konflik yang mungkin disekat. Kalau di sana misalnya Israel ya, otoritas yang menyekat hal-hal yang demikian. Jadi penguatan diplomasi kemanusiaan itu juga perlu dilakukan,” katanya.

Lebih lanjut, Nostalgiawan menuturkan bahwa posisi Indonesia dalam menyikapi perang di Gaza harus berlandaskan pada prinsip Solusi Dua Negara (Two-State Solution). Namun, ia mengingatkan bahwa persoalan batas wilayah antara Palestina dan Israel harus terlebih dahulu disepakati secara bersama sebelum konsep tersebut diterapkan.

“Kita juga perlu mendorong, selama pengarusutamaan non-Arab state dalam konflik Palestina, maka kita tidak akan mempunyai ruang. Jadi Indonesia dalam standpoint politik luar negerinya harus encouraging the involvement of non-Arab countries in diplomacy dalam kasus Palestina,” ujarnya menambahkan.

Peneliti BRIN itu juga mengingatkan bahwa sesuai dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia berkewajiban memastikan seluruh warga Palestina memiliki hak yang sama untuk meraih kemerdekaan negaranya.

Baca Juga: BRIN: Rencana Perdamaian Trump di Gaza Tidak Sesuai Kehendak Palestina

Ia menyinggung kebijakan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang disebut mengecualikan kelompok Hamas dari akses terhadap pemerintahan dan proses politik Palestina.

“Mengecualikan Hamas dari segala bentuk akses politik dan juga pemerintahan yang ada di Gaza, itu termasuk mengecualikan, sebagian penduduk Palestina yang mempunyai visi politik yang berbeda dengan Amerika ataupun Palestinian Authority. Kalau kita mau fair, kalau Indonesia ingin merdeka, ya semua diberi ruang untuk berbicara,” tutur Nostalgiawan.

Israel diketahui telah menerapkan blokade terhadap Gaza selama hampir 18 tahun, membatasi pergerakan barang dan manusia di wilayah berpenduduk sekitar 2,4 juta orang itu.
Sejak Maret lalu, penutupan perbatasan dan pelarangan pengiriman makanan serta obat-obatan semakin memperburuk kondisi warga Gaza hingga menyebabkan kelaparan.

Sejak pecahnya perang pada Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan hampir 66.300 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Laporan dari PBB dan berbagai lembaga HAM memperingatkan bahwa Gaza kini hampir tidak layak huni, dengan kelaparan dan penyakit yang meluas di tengah gelombang pengungsian besar-besaran.

(Sumber: Antara) 

x|close