Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR membentuk lembaga independen yang bertugas mengawasi penerapan sistem merit serta perilaku aparatur sipil negara (ASN) dalam waktu dua tahun, sebagaimana tercantum dalam Putusan MK Nomor 121/PUU-XXII/2024.
Perkara ini merupakan hasil uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang diajukan oleh Perludem, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.
Baca Juga: Perkuat Gerakan ASN Muda Kolaboratif Lintas Instansi
Uji materi tersebut berawal dari dihapuskannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dengan kewenangan yang dialihkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai bahwa ASN di Indonesia kerap mudah diintervensi oleh kepentingan politik dan pribadi. Karena itu, Mahkamah menekankan pentingnya pemisahan fungsi antara pembuat, pelaksana, dan pengawas kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih maupun benturan kepentingan.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan bahwa pengawasan kebijakan berfungsi bukan hanya sebagai pengendali, tetapi juga sebagai penyeimbang di luar pembuat maupun pelaksana kebijakan.
“Dalam kaitan ini, sebagai bagian dari desain menjaga kemandirian ASN dan sekaligus melindungi karier ASN, Mahkamah menilai penting untuk membentuk lembaga independen yang berwenang mengawasi pelaksanaan sistem merit, termasuk pelaksanaan asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN,” ujar Guntur.
Baca Juga: Pusat Koordinasi Pemantau Gencatan Senjata Gaza Segera Beroperasi di Israel
Ia menambahkan, “Keberadaan lembaga independen dimaksud penting untuk segera dibentuk sebagai lembaga pengawasan eksternal yang menjamin agar sistem merit diterapkan secara konsisten, bebas dari intervensi politik, dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam tata kelola atau manajemen ASN.”
MK juga menyoroti Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN yang memberi kewenangan Presiden untuk mendelegasikan pengawasan sistem merit kepada kementerian atau lembaga terkait. Menurut MK, pasal tersebut belum mencakup aspek penting seperti asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN yang esensial untuk membentuk ASN berintegritas.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, frasa ‘asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN’ perlu ditegaskan secara expressis verbis (eksplisit) dalam norma Pasal 26 ayat (2) huruf d UU 20/2023 agar tidak dimaknai sebagai norma yang tidak lengkap,” ujar Guntur.
Berdasarkan pertimbangan itu, MK menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan prinsip negara hukum, kepastian hukum, dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan yang adil.
Baca Juga: Polda Metro Jaya: Laporan Dugaan Pelanggaran UU ITE oleh Trans7 Sedang Didalami
Dalam amar putusan, MK menegaskan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai bahwa pengawasan sistem merit, termasuk asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN, dilakukan oleh lembaga independen.
“Lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan,” kata Suhartoyo.
(Sumber: Antara)