MK Tegaskan Masyarakat Adat Tak Perlu Izin Berkebun di Hutan Jika Tak untuk Komersial

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Okt 2025, 21:00
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (tengah) dan anggota Majelis Hakim MK Enny Nurbaningsih (kiri) memimpin sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/10/2025). Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pembacaan putusan/ketetapan untuk 17 perkara permohonan uji materi di antaranya pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (tengah) dan anggota Majelis Hakim MK Enny Nurbaningsih (kiri) memimpin sidang putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (16/10/2025). Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pembacaan putusan/ketetapan untuk 17 perkara permohonan uji materi di antaranya pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa masyarakat adat yang hidup turun-temurun di kawasan hutan tidak memerlukan izin usaha dari pemerintah pusat untuk melakukan kegiatan berkebun, selama tidak ditujukan bagi kepentingan komersial. Putusan ini disampaikan dalam sidang pembacaan amar Putusan Nomor 181/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025. 

Ketua MK Suhartoyo menyatakan, “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian.”

Dalam putusan tersebut, MK memberikan pemaknaan baru terhadap Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 110B ayat (1) dalam Pasal 37 angka 20 Lampiran UU yang sama. MK menegaskan bahwa kedua pasal itu bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial.”

Pasal 17 ayat (2) huruf b sebelumnya berbunyi “setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat.”

Baca Juga: MK: Penangkapan Jaksa Wajib Izin Jaksa Agung, Kecuali OTT dan Kasus Pidana Mati

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, pasal tersebut memiliki keterkaitan dengan Putusan MK Nomor 95/PUU-XII/2014, yang telah memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat adat yang hidup turun-temurun di dalam hutan dan tidak untuk kepentingan komersial.

“Melalui putusan a quo (ini) Mahkamah perlu untuk menyesuaikan semangat yang terkandung dalam norma Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU 6/2023 dengan Putusan Mahkamah tersebut,” ujar Enny.

Dengan demikian, larangan berkebun tanpa izin di kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b tidak berlaku bagi masyarakat adat yang hidup turun-temurun di hutan, selama kegiatan itu bukan untuk tujuan komersial.

Enny juga menegaskan bahwa sanksi administrasi yang diatur dalam Pasal 110B ayat (1) turut dikecualikan bagi masyarakat adat. Ia menjelaskan, yang dimaksud kepentingan komersial oleh Mahkamah adalah kegiatan perkebunan yang bertujuan mencari keuntungan.

Baca Juga: Bengkel Kebakaran Sebabkan Lalu Lintas Macet Total di Jalan Ciledug

“Dengan kata lain, masyarakat yang hidup turun-temurun dalam hutan yang membutuhkan sandang, pangan, dan papan untuk kebutuhan sehari-hari tidak dapat dikenakan sanksi sebagaimana ketentuan dalam norma Pasal 110B ayat (1) dalam Pasal 37 angka 20 Lampiran UU 6/2023,” kata Enny.

(Sumber: Antara)

 
 
 
x|close