Ntvnews.id, Jakarta - Komisi A DPRD DKI Jakarta menerima audiensi dari Dr. Fahri Bachmid & Associates di Gedung DPRD, Senin (10/11/2025). Audiensi membahas persoalan hukum terkait pelaksanaan putusan pengadilan atas kasus Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Pertemuan dipimpin Ketua Komisi A Inggard Joshua dan dihadiri Anggota Komisi A Inad Luciawaty serta Mohamad Ongen Sangaji. Forum tersebut menjadi wadah klarifikasi dan koordinasi teknis antara pihak hukum dan lembaga legislatif daerah.
Dr. Fahri Bachmid hadir sebagai kuasa hukum ahli waris almarhumah Hj. Fatmah Abdullah Hariz. Ia memaparkan kronologi perjanjian pelepasan hak atas tanah antara Sarana Jaya dan kliennya yang ditandatangani pada 1997.
Tanah seluas 1.936 meter persegi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, menjadi objek perjanjian kedua pihak. Namun, lanjut Fahri, pada 2004, tanah tersebut dikuasai pihak lain yang mengklaim sebagai ahli waris berbeda.
Fahri menjelaskan, pihaknya menggugat Sarana Jaya atas dugaan wanprestasi terkait perjanjian jual beli tanah tersebut. Perkara ini bergulir hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung dan dimenangkan pihak ahli waris.
Dikutip dari RRI dan website DPRD DKI Jakarta, Mahkamah Agung menghukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya membayar ganti rugi senilai Rp8,001 miliar. Putusan juga menetapkan bunga enam persen per tahun sampai kewajiban diselesaikan sepenuhnya.
Komisi A menerima audiensi dari Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. & Associates di Gedung DPRD DKI Jakarta (dok)
Fahri menilai putusan Mahkamah Agung Nomor 69 PK/Pdt/2022 bersifat final dan mengikat secara hukum. Ia mengharapkan, Sarana Jaya melaksanakan amar putusan secara penuh tanpa penundaan lebih lanjut.
Menurut Fahri, keterlambatan pelaksanaan putusan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara. Diperkirakan, kewajiban Sarana Jaya kini mencapai sekitar Rp11,84 miliar akibat bunga keterlambatan.
Fahri juga mengingatkan adanya tanggung jawab pribadi bagi direksi jika tidak melaksanakan putusan pengadilan. Hal itu dapat menimbulkan konsekuensi pidana, administratif, maupun keuangan sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Ia menjelaskan, pelanggaran Pasal 421 KUHP dan Pasal 28 PP Nomor 54 Tahun 2017 berpotensi diterapkan. Keduanya mengatur sanksi bagi pejabat atau direksi BUMD yang lalai hingga menimbulkan kerugian.
Selain itu, kata Fahri, ketidakpatuhan bisa menjadi dasar pemeriksaan oleh Inspektorat, BPK, atau KPK. Apalagi bila terbukti menyebabkan kerugian keuangan daerah atau penyalahgunaan aset publik.
Komisi A mencatat seluruh keterangan yang disampaikan dalam audiensi tersebut. Hasilnya akan ditindaklanjuti melalui mekanisme koordinasi teknis bersama pihak terkait sesuai ketentuan hukum.
Baca Juga: DPRD DKI Desak Transjakarta Lakukan Evaluasi Menyeluruh Usai Rangkaian Kecelakaan
Komisi A menerima audiensi dari Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. & Associates di Gedung DPRD DKI Jakarta (dok)