3 Hakim Nonaktif Kasus CPO Divonis 11 Tahun Penjara

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Des 2025, 21:42
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Tiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) terhadap kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu, 3 Desember 2025. (ANTARA/Agatha Olivia Victoria) Tiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) terhadap kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu, 3 Desember 2025. (ANTARA/Agatha Olivia Victoria) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Tiga hakim nonaktif yang sebelumnya menjatuhkan vonis lepas (ontslag) dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tahun 2022, masing-masing dijatuhi pidana penjara selama 11 tahun.

Ketiga hakim tersebut adalah Djuyamto, yang terbukti menerima uang suap Rp9,21 miliar, serta Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin masing-masing menerima Rp6,4 miliar.

"Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama," ujar Hakim Ketua Effendi dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 3 Desember 2025.

Selain pidana penjara, ketiga terdakwa juga dijatuhi denda masing-masing Rp500 juta. Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.

Secara rinci, Djuyamto diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp9,21 miliar, sedangkan Ali dan Agam masing-masing Rp6,4 miliar, dengan ketentuan subsider empat tahun penjara. Putusan ini merujuk pada Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga: Eks Ketua PN Jaksel dan Tiga Hakim Nonaktif Hadapi Sidang Vonis Kasus Suap CPO

Majelis Hakim menilai perbuatan para terdakwa memberatkan karena tidak mendukung upaya negara mewujudkan pemerintahan bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta mencoreng nama baik lembaga yudikatif sebagai benteng terakhir pencari keadilan di Indonesia.

Hal memberatkan lain adalah ketiganya merupakan aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana saat menjalankan tugas sebagai hakim tindak pidana korupsi, dan tindakan mereka didorong oleh keserakahan (corruption by greed), bukan kebutuhan (corruption by need).

Baca Juga: DJP Ungkap 282 Perusahaan Diduga Langgar Ekspor CPO, Kerugian Negara Capai Rp140 Miliar

Sementara itu, hal meringankan yang dipertimbangkan Majelis Hakim meliputi pengembalian sebagian uang suap yang diterima dan adanya tanggungan keluarga.

"Mempertimbangkan hal memberatkan dan meringankan tersebut, hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," tambah Hakim Ketua.

Putusan ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang menuntut masing-masing terdakwa 12 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan, serta uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar untuk Djuyamto dan Rp6,2 miliar untuk Ali dan Agam, dengan subsider lima tahun penjara.

Dalam kasus ini, ketiga hakim menerima suap sebanyak dua kali dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei, yang merupakan advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, termasuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

(Sumber: Antara) 

x|close