Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan penerapan pajak untuk sektor niaga elektronik (e-commerce) baru akan diberlakukan ketika kondisi perekonomian nasional benar-benar pulih, atau pertumbuhan ekonomi sudah melampaui angka 6 persen.
“Saya bilang akan kita jalankan kalau ekonomi sudah recover. Mungkin kita sudah akan recover. Tapi belum recover fully. Let's say ekonomi tumbuh 6 persen atau lebih, baru saya pertimbangkan,” ujar Purbaya di Jakarta, Kamis.
Purbaya menambahkan bahwa keputusan terkait waktu pelaksanaan pemungutan pajak terhadap sektor tertentu berada sepenuhnya di bawah kewenangannya sebagai Menteri Keuangan.
“Kan menterinya saya,” katanya lagi.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menjelaskan bahwa fokus utama dari aturan mengenai pajak niaga elektronik (e-commerce) yang memungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi para pedagang bukan untuk meningkatkan penerimaan negara, melainkan untuk menyederhanakan proses administrasi perpajakan.
Baca Juga: Baru Sebulan Menjabat, Menkeu Purbaya Klaim IHSG Naik Kencang
Pengenaan pajak ini juga bukan merupakan jenis pajak baru. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pelaku usaha dengan omzet lebih dari Rp500 juta per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 0,5 persen, baik yang bersifat final maupun tidak final.
Namun, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, ketentuan tersebut diperluas dengan mengatur bahwa pemungutan pajak dilakukan terhadap pedagang daring (online) melalui lokapasar atau marketplace.
Kemenkeu juga menerima berbagai masukan agar pedagang online mendapatkan perlakuan pajak yang setara dengan pelaku usaha lainnya, yaitu melalui sistem pemungutan otomatis.
Pemerintah menegaskan bahwa skema baru ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan tingkat kepatuhan, serta menjamin adanya perlakuan pajak yang adil antarpelaku usaha.
Kebijakan tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah beban pajak baru, melainkan untuk memperkuat pengawasan dan menutup potensi aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy), khususnya dari pedagang daring yang belum sepenuhnya memahami prosedur perpajakan atau menghindari proses administratif yang dianggap rumit.
(Sumber : Antara)