Modus Korupsi Pertamina: Patra Niaga Beli Pertalite Dioplos Jadi Pertamax

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Feb 2025, 13:52
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. (Antara) Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), tahun 2018-2023.

Menurut Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian 'diolah' menjadi Pertamax. Lalu saat pembelian, Pertalite itu dibeli dengan harga Pertamax.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92," demikian keterangan Kejagung, dikutip Selasa, 25 Februari 2025.

Menurut Kejagung, aksi tersebut tak diperbolehkan.

Ada pun dalam perkara ini, ada enam orang lainnya lain yang turut ditetapkan sebagai tersangka. Mereka antara lain Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; serta AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Kemudian, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Peran Riva Siahaan bersama SDS, dan AP sendiri, memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

Sementara, tersangka DM dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92). Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah.

Lalu, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan. Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.

Negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi itu.

"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," kata Kejagung.

Akibat perbuatan, tersebut, negara mengalami kerugian sekitar Rp193,7 triliun.

x|close