Ntvnews.id, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa pihaknya berperan dalam mendukung pendanaan proyek baterai kendaraan listrik (EV) yang dijalankan oleh perusahaan asal China, Contemporary Amperex Technology (CATL).
"Kalau dulu mungkin ada kendala pendanaan. Tapi sejak ada Danantara ini pendanaan ini kita yang membantu karena kita melihat pekerjaan ini, proyek ini memang sangat-sangat baik," kata Rosan saat memberikan keterangan pers usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Rosan menilai bahwa proyek baterai kendaraan listrik tersebut membawa dampak positif, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga kontribusi ekonomi bagi Indonesia di masa depan.
"Baik dari segi return-nya, baik dari segi penciptaan lapangan pekerjaannya, dan juga baik dari segi dampak perekonomiannya ke depan untuk Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga: Prabowo Panggil Menko Perekonomian Hingga Petinggi Danantara ke Istana, Apa yang Dibahas?
Melalui keterlibatan dua konsorsium besar, yakni Huayou dan CATL, yang akan mengelola seluruh ekosistem mulai dari tambang hingga produksi baterai, pemerintah berharap Indonesia bisa menguasai rantai nilai industri kendaraan listrik secara menyeluruh.
“Jadi dengan ini the whole ecosystem dari mining sampai ke baterainya ini akan terjadi di dalam satu, kita bilangnya green package. Atau satu ekosistem dari baik yang deal yang akan berjalan dengan Huayou maupun dengan CATL," jelas Rosan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Wamen ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan bahwa CATL, produsen baterai terbesar dunia asal China, ditargetkan untuk memulai produksi baterai kendaraan listrik di Indonesia paling lambat Maret 2026.
“Mereka (CATL) mengharapkan itu paling lambat Maret 2026 sudah berproduksi di Indonesia,” ujar Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 26 Mei 2025.
Baca Juga: Setelah GBK, TMII Bakal Dikelola Danantara
Yuliot menambahkan bahwa investasi CATL di Indonesia masih berlanjut dengan kapasitas sebesar 15 GWh. Produksi perdana yang dijadwalkan pada 2026 memiliki kapasitas 7,5 GWh atau setengah dari kapasitas keseluruhan.
“Ini tahap pertama sudah mendapatkan persetujuan (dari Pemerintah China) 7,5 GWh,” kata Yuliot.
Untuk kapasitas 7,5 GWh berikutnya, pendanaan akan didukung oleh IPO atau Initial Public Offering (Penawaran Umum Perdana), sehingga kapasitas total 15 GWh dapat terealisasi.
Yuliot juga mengungkapkan bahwa CATL sudah memiliki offtaker atau pembeli hasil produksi dari Eropa dan Amerika Serikat, namun belum dapat mengungkap siapa vendor yang akan menyerap produksi baterai EV tersebut.
Dengan demikian, rencana produksi baterai EV tetap berjalan sesuai jadwal awal, yakni dengan kapasitas 15 GWh.
"Jadi, sesuai dengan perencanaan awal, kapasitas produksinya tetap 15 GWh," tutup Yuliot.